IPO Bukalapak digelar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari ini (6/8). Setidaknya ada lima startup yang berencana mencatatkan saham perdana, termasuk gabungan Gojek dan Tokopedia atau GoTo, serta Traveloka.
Nilai penawaran IPO Bukalapak Rp 21,9 triliun. “Ini IPO terbesar sepanjang sejarah bursa,” kata President Director Bukalapak Rachmat Kaimuddin saat konferensi pers virtual, Jumat (6/8).
Itu berasal dari penawaran 25,76 miliar unit saham biasa, yang mewakili 25% dari seluruh modal setelah IPO.
Saham BUKA itu pun diminati oleh investor. BEI mencatat, ada sekitar 96 ribu investor yang berpartisipasi dalam pencatatan saham perdana atau IPO unicorn itu.
Harga saham Bukalapak pun naik 24,71% dibanding saat penawaran Rp 850, yakni sempat menyentuh Rp 1.060 per lembar.
Selain Bukalapak, ada beberapa startup yang berencana IPO. Yang terbaru, penyelenggara teknologi finansial (fintech) Kredivo mempertimbangkan IPO di dua bursa.
Pada tahap awal, Kredivo akan menjadi perusahaan publik di bursa Amerika Serikat (AS), Nasdaq awal tahun depan. “Mempertimbangkan kebutuhan capital (modal), kami memilih bursa efek yang dalam di Nasdaq,” kata Co-Founder sekaligus CEO FinAccel Akshay Garg dalam konferensi pers virtual, Selasa (3/8).
Kredivo juga mempertimbangkan melantai di BEI. “Ini tidak menutup kemungkinan,” ujar Akhsay.
Fintech lending itu pun berfokus pada tiga prioritas yakni pengembangan produk, ekspansi ke pasar lain di Asia Tenggara, dan menyasar lini bisnis lain. “Sekarang secara resmi kami memiliki penilaian di publik. Kami unicorn dan itu bisa dipertimbangkan,” ujarnya.
Berikutnya Tiket.com yang mengkaji IPO lewat merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus alias SPAC. Sumber Bloomberg yang mengetahui masalah ini menyampaikan, startup ini dalam pembicaraan untuk merger SPAC atau perusahaan ‘cek kosong’ COVA Acquisition Corp.
Entitas gabungan keduanya berpotensi menghasilkan valuasi US$ 2 miliar. “Merger betujuan untuk IPO,” kata sumber dikutip dari Bloomberg, pada Mei (19/5).
SPAC disebut perusahaan cek kosong karena tidak memiliki operasi apa pun. Perusahaan jenis ini merupakan sarana investasi yang dibuat khusus untuk mengumpulkan dana para orang kaya.
Sumber mengatakan, untuk merger, Tiket.com mendapatkan bantuan dari perusahaan investasi global Goldman Sachs Group yang bertindak sebagai penasihat.
Katadata.co.id pun mengonfirmasi kabar itu kepada Tiket.com. Namun Public Relations Manager tiket.com Sandra Ayu Darmosumarto tidak berkomentar. “Saat ini, kami menjajaki sejumlah opsi strategis kedepan, termasuk IPO," kata kata dia kepada Katadata.co.id.
Startup pariwisata atau online travel agent (OTA) lain yang berencana IPO lewat SPAC yakni Traveloka. Unicorn ini dikabarkan akan merger dengan perusahaan SPAC asal Hong Kong, Bridgetown Holdings Ltd.
Apabila merger terwujud, entitas gabungan keduanya diprediksi US$ 5 miliar atau Rp 73 triliun.
Sebelumnya, Presiden Traveloka Henry Hendrawan mengatakan bahwa perusahaan berencana untuk segera IPO. Unicorn juga mengevaluasi potensi merger dengan SPAC sebagai opsi untuk menawarkan saham perdana
"SPAC merupakan salah satu opsi yang dievaluasi, karena kami telah didekati oleh beberapa orang," kata Henry dalam pernyataan dikutip dari Reuters, akhir tahun lalu (21/12/2020).
Kemudian perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia, GoTo bersiap IPO di dua bursa yakni AS dan BEI. Decacorn teknologi ini dikabarkan tengah berdiskusi dengan para investor untuk mengumpulkan dana US$ 2 miliar atau setara Rp 28,9 triliun.
"GoTo telah memulai proses penggalangan dana US$ 1 miliar hingga US$ 2 miliar dengan valuasi antara US$ 25 miliar hingga US$ 30 miliar," ujar beberapa sumber dikutip dari Bloomberg, akhir bulan lalu (27/7).
Perusahaan teknologi itu dikabarkan menjalankan proses IPO di bursa saham lokal tahun ini, sebelum mendaftar di AS. Seorang sumber menyampaikan, perundingan sedang berlangsung dan rincian rencana penggalangan dana GoTo masih bisa berubah.
Startup bidang pertanian, TaniHub Group juga mengkaji IPO. Namun CEO TaniHub Group Pamitra Wineka mengatakan, butuh waktu untuk bisa melantai di bursa saham.
“Kami menyiapkan. Namun, belum tahu pastinya kapan. Yang pasti, dalam tiga tahun ke depan, menurut saya cukup oke,” kata dia dalam acara virtual executive interview, pada Mei (31/5).
Pada kesempatan itu, ia juga berkomentar mengenai potensi merger maupun akuisisi perusahaan lain. Pria yang akrab disapa Eka itu menjelaskan, aksi korporasi berpotensi mempercepat upaya perusahaan untuk tumbuh dan mendorong efisiensi.
“Itu karena ada beberapa (perusahaan) yang kuat di (model bisnis) business to business (B2B) maupun business to consumer (B2C),” ujar Eka.