Amerika Serikat Diramal Resesi, Apa Dampak ke Startup Indonesia?

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
21/6/2022, 17.16 WIB

Amerika Serikat (AS) diramal jatuh ke jurang resesi tahun depan, seiring adanya tekanan inflasi. Resesi dinilai akan memberi dampak kepada ekonomi Indonesia. Bagaimana dampaknya ke startup nasional?

Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai, resesi di Amerika akan memengaruhi beberapa aspek perekonomian Indonesia, terutama dari sisi makro.

Efeknya akan terasa dari sisi moneter. Terlebih lagi bank sentral Amerika, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan.

Kebijakan tersebut akan berpengaruh juga ke beberapa aspek seperti berkurangnya konsumsi, produksi, dan lainnya. 

Akan tetapi, menurutnya Indonesia tergolong cukup bisa bertahan di tengah kondisi ekonomi global yang goyah. "Ini karena kontribusi ekonomi banyak berjalan di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)," kata Edward kepada Katadata.co.id, Selasa (21/6).

Perputaran ekonomi di dalam negeri berpeluang menggerakkan sisi konsumsi dan pengeluaran. Alhasil, meskipun tertekan resesi di AS, sejumlah sektor startup yang memanfaatkan perputaran ekonomi dalam negeri masih bisa bertumbuh, bahkan menjadi tumpuan.

Selain itu, meski pendanaan dari luar negeri akan berkurang karena resesi, tapi investor lokal tetap berminat terhadap startup.

"Sektor produksi, manufaktur, agribisnis hingga perikanan akan terus menjadi tumpuan. Startup di sektor ini justru berpeluang meraup pendanaan," katanya.

Startup di sektor perikanan seperti eFishery misalnya, dinilai bisa mendongkrak ekonomi Indonesia di tengah resesi AS. "Inovasi perusahaan rintisan di sektor ini juga diharapkan memacu produksi pertanian dan ekspor Indonesia," kata Edward.

Sebelumnya, survei Financial Times menyebutkan bahwa hampir 70% dari 49 ekonom akademisi menyatakan bahwa resesi ekonomi AS akan terjadi tahun depan. Bank of America (BofA) Securities memperkirakan hal serupa.

Pembicaraan soal resesi di AS semakin menguat, karena inflasi terus menanjak. The Fed juga mengambil langkah agresif untuk mengendalikan kenaikan inflasi tersebut.

The Fed mengumumkan kenaikan bunga acuan 75 basis poin pekan lalu. Ini merupakan paling agresif sejak 1994.

Gubernur The Fed Jerome Powell juga memberi sinyal masih akan menaikkan bunga dengan kecepatan yang sama pada pertemuan bulan depan.

Inflasi AS saat ini 8,6%. Ini merupakan rekor tertinggi selama lebih dari 40 tahun.

Perekonomian Negeri Paman Sam juga masih dibayangi risiko berlanjutnya perang di Ukraina dan pandemi Covid-19.

Inflasi dan kebijakan suku bunga The Fed juga membuat kinerja perusahaan teknologi global turun sejak awal tahun ini. Kemudian, muncul istilah “zombie unicorn” di dunia digital.

Dilansir NBC News, zombi unicorn merujuk pada julukan perusahaan rintisan atau startup yang memiliki valuasi tinggi tetapi goyah. Alhasil, perusahaan tersebut membutuhkan investor baru agar bisa selamat.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menilai bahwa masa terburuk perusahaan teknologi di markas Google itu terjadi karena sejumlah pemicu, seperti:

  1. Ekspektasi investor kepada perusahaan teknologi berkurang setelah pandemi Covid-19
  2. Tingginya inflasi dunia yang membuat bank sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga
  3. Kekhawatiran geopolitik, seperti perang Rusia dan Ukraina

"Ini akan memberi dampak ke dunia. Investor lari ke aset yang lebih aman," kata Roderick, medio bulan lalu (17/5).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan