Anak usaha Facebook, WhatsApp Business meluncurkan fitur baru yakni keranjang belanja atau cart. Peluncuran ini memanfaatkan momen akhir tahun, ketika transaksi berbelanja biasanya meningkat.
Pelanggan toko di WhatsApp Business bisa menelusuri katalog. Lalu memilih beberapa produk dan memasukkannya ke keranjang digital.
Konsumen juga dapat mengelompokkan item pesanan. “Ini akan memudahkan admin toko melacak pesanan, mengelola permintaan, dan memproses order dengan lebih efisien," kata WhatsApp dikutip dari siaran pers, Rabu (9/12).
Ketika pelanggan menambahkan pesanan ke keranjang, maka admin toko akan menerima pesan. Penjual dapat membalas untuk mengonfirmasi order tersebut.
"Fitur itu sama seperti situs e-commerce atau aplikasi seluler lainnya," demikian dikutip dari Gadgets 360, Selasa (8/12).
WhatsApp meluncurkan fitur tersebut sebulan setelah menghadirkan tombol belanja di aplikasi bisnis. Ini menggantikan tombol panggilan suara pada tampilan layar obrolan.
Sebelumnya, WhatsApp Business juga memperbarui fitur kode Quick Response atau QR code. Sepanjang tahun, perusahaan telah meningkatkan sejumlah layanan yang menunjang proses belanja.
Induk usahanya, Facebook Inc juga mengembangkan berbagai layanan belanja di Facebook, Instagram, dan Messenger sejak Mei lalu. Pelanggan dapat melihat produk langsung di dalam obrolan dan dapat berbagi produk dengan teman atau keluarga.
Pengembangan dilakukan karena Facebook mencatat ada sekitar 85% penduduk dunia beralih ke belanja online akibat pandemi Covid-19. "Itulah mengapa kami menciptakan cara baru bagi orang-orang untuk berbelanja di aplikasi,” kata perusahaan.
Di pasar Asia Tenggara misalnya, Facebook dan Bain and Company memperkirakan hampir 70% konsumen beralih ke digital, sehingga totalnya menjadi 310 juta tahun ini. Jumlah ini awalnya diprediksi baru akan tercapai pada 2025.
Riset Google, Temasek dan Bain dan Company yang bertajuk e-Conomy SEA 2020 pun memperkirakan, nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) e-commerce di Indonesia mencapai US$ 32 miliar pada tahun ini dan US$ 83 miliar pada 2025.
Sedangkan konsep belanja di WhatsApp termasuk kategori social commerce. Dalam laporan McKinsey berjudul ‘The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development’ pada 2018, penjualan di social commerce diprediksi US$ 25 miliar.
Sedangkan e-commerce diramal tumbuh delapan kali lipat menjadi US$ 40 miliar pada 2022. Proyeksi ini belum menghitung dampak pandemi virus corona.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda pun memperkirakan, perkembangan belanja online mengarah kepada social commerce. Apalagi, beberapa platform seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp mengkaji penggunaan dompet digital.
Ditambah pemerintah belum mengatur social commerce. “Jadi lebih mudah untuk bertransaksi melalui media sosial. Apalagi tidak memungut biaya layanan seperti e-commerce,” kata Nailul kepada Katadata.co.id, pekan lalu (13/10).
Namun, kelemahan bertransaksi di media sosial yakni keamanannya tidak terjamin. Ini karena pembayarannya tidak ditampung dalam rekening bersama, seperti di e-commerce.
“Lebih banyak potensi fraud. Tetapi, ke depan saya yakin platform social commerce akan memperbaiki hal ini,” ujar dia.
Berdasarkan riset PayPal bertajuk ‘Asia Social Commerce Report’ pada 2018, Facebook, WhatsApp, dan Instagram paling banyak dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia. Ini terlihat pada Gambar berikut: