Raksasa teknologi seperti Google, Meta hingga Amazon akan menghadapi aturan baru dari Eropa, Digital Service Act (DSA). Regulasi ini bakal memaksa mereka membongkar cara kerja algoritme.
Anggota parlemen di Uni Eropa telah mencapai kesepakatan pada akhir pekan lalu (23/4) tentang poin-poin dasar aturan tersebut.
DSA akan memaksa layanan termasuk Facebook, Google, Twitter, dan lainnya untuk menindak penyebaran disinformasi di platform masing-masing.
Selain itu, mewajibkan raksasa teknologi menjelaskan kepada pengguna dan peneliti tentang cara kerja algoritme masing-masing platform. Teknologi ini memungkinkan suatu konten populer.
DSA juga akan melarang jenis iklan tertentu di platform, seperti iklan bertarget yang ditujukan kepada anak-anak atau disesuaikan dengan etnis dan orientasi seksual.
Di bawah DSA, platform yang menjangkau lebih dari 10% populasi Uni Eropa harus tunduk pada audit independen regulator. Ini agar konten di platform aman.
Aturan tersebut masih perlu dibahas untuk menjadi undang-undang (UU). Parlemen menargetkan regulasi ini disahkan menjadi UU pada 1 Januari 2024.
Apabila melanggar, Google, Meta hingga Amazon akan menghadapi denda 6% dari omzet tahunan. Nilainya dapat mencapai miliaran dolar AS.
Selain itu, perusahaan akan menghadapi kemungkinan kerusakan reputasi.
"Denda ini akan memberikan efek praktis pada prinsip bahwa apa yang ilegal secara offline, harus ilegal secara online. Semakin besar ukurannya, semakin besar tanggung jawab platform online," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dikutip dari The Verge, Minggu (24/4).
Sejumlah perusahaan teknologi global mengatakan akan mendukung tujuan Uni Eropa itu. Namun, mereka berharap segera mengetahui detail regulasi tersebut.
"Ketika UU tersebut diselesaikan dan diterapkan, detailnya akan menjadi penting," kata juru bicara Google dikutip dari CNET.
Twitter berharap untuk meninjau DSA secara rinci dan bekerja sama dengan Uni Eropa. "Kami mendukung regulasi cerdas dan berpikiran maju yang menyeimbangkan kebutuhan untuk mengatasi bahaya online," kata juru bicara Twitter.
TikTok pun mengatakan mendukung tujuan Uni Eropa untuk menyelaraskan pendekatan terhadap masalah konten online. "Kami menyambut fokus DSA pada transparansi sebagai sarana untuk menunjukkan akuntabilitas," kata juru bicara TikTok.
Sedangkan negara dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak per 2021 yakni:
DSA adalah salah satu dari dua pilar perombakan regulasi teknologi besar-besaran yang dibentuk Uni Eropa. Regulasi ini mulai dibahas pada Desember 2020.
Selain DSA, Uni Eropa membuat aturan Digital Markets Act. Ini dirancang untuk mengatasi masalah seperti perilaku antipersaingan. Selain itu, Eropa mengatur data pribadi pengguna melalui General Data Protection Regulation (GDPR).