Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak kasasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya terkait kasus polusi udara. Dengan demikian, Jokowi dan Siti Nurbaya tetap dinyatakan melawan hukum atas kasus tersebut.

Hal itu telah diputuskan pada Senin, 13 November 2023. "Tolak Kasasi I dan II" tulis kepaniteraan Mahkamah Agung dikutip dari situs resminya, Jumat (17/11).

Ketua Majelis Hakim terkait kasus tersebut adalah Takdir Rahmadi, dengan hakim anggota Panji Widagdo dan Lucas Prakoso.

Sebelumnya, Melanie Subono dan 29 orang lainnya yang tergabung dalam Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) menggugat Presiden Joko Widodo hingga Gubernur Jakarta Anies Baswedan pada 4 Juli 2019. Setelah melewati proses peradilan selama dua tahun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memutuskan kemenangan kepada Koalisi Ibukota pada 16 September 2021.

Namun tergugat, kecuali Gubernur DKI Jakarta, mengajukan banding pada 30 September 2021. Banding ini kemudian ditolak oleh Pengadilan Tinggi pada 17 Oktober 2022, menguatkan putusan pengadilan sebelumnya.

Presiden Joko Widodo dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar lalu memilih mengajukan kasasi ke MA. Menteri LHK mengajukan kasasi pada 13 Januari 2023, sedangkan Presiden mengajukan kasasi pada 20 Januari 2023. Hingga akhirnya MA menolak kasasi Jokowi dan Siti Nurbaya pada 13 November 2023.

Jokowi Didesak Segera Laksanakan Putusan Pengadilan

Merespons putusan MA tersebut, Koalisi Ibukota mendesak pihak pemerintah yang menjadi tergugat yakni Presiden, Menteri LHK, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur DKI Jakarta, serta turut tergugat yakni Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten, untuk segera melaksanakan putusan pengadilan atas gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) yang sudah dijatuhkan sejak 16 September 2021.

Direktur LBH Jakarta yang menjadi kuasa hukum Koalisi Ibukota, Citra Referandum, mengatakan pihaknya mengapresiasi putusan hakim MA yang menolak upaya kasasi dari pemerintah. Menurut dia, tindakan pemerintah yang memilih upaya kasasi, alih-alih menjalankan putusan pengadilan, menunjukkan bahwa tidak ada itikad baik untuk melindungi, memenuhi, dan menegakkan hak atas udara bersih. 

"Mengingat pencemaran udara masih terus berlanjut dan menyebabkan warga terdampak secara ekonomi, sosial secara luas, maka kami menuntut secara tegas agar Presiden dan jajaran yang merupakan Tergugat berhenti menggunakan upaya hukum untuk menunda kewajiban hukumnya serta segera perbaiki kualitas udara dengan menjalankan putusan pengadilan dengan melibatkan publik," kata Citra melalui keterangan tertulis, Jumat (17/11).

Dia mengatakan, sudah terlalu banyak korban dan kerugian akibat pencemaran udara. Masa depan generasi mendatang bahkan terancam jika tidak ada perubahan mendasar.

"Cukup, pemerintah. Segera patuhi perintah pengadilan dan berubah secara fundamental," ucap Elisa Sutanudjaja, salah satu penggugat yang tergabung dalam Koalisi Ibukota.

Kualitas udara Jakarta pada Jumat (17/11/2023) pukul 09.00 WIB pagi terpantau tidak sehat dengan konsentrasi PM2.5 2,6 kali lipat batas aman standar WHO. Konsentrasi tersebut tidak sehat bagi kelompok sensitif.

Melansir halaman Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian LHK, indeks kualitas udara rata-rata Jakarta sebesar 79 dengan rata-rata konsentrasi PM2.5 sebesar 39,0 µg/m&³3; (mikrogram per meter kubik) pada pukul 09.00 WIB.

 Adapun standar kualitas udara baik menurut WHO memiliki rentang konsentrasi PM2.5 rata-rata 24 jam antara 0 hingga 15 µg/m&³3;.