Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut dampak perubahan iklim yang melanda bumi semakin mengkhawatirkan. Hal tersebut, menurutnya, tidak hanya menjadi ancaman bagi Indonesia, namun juga bagi seluruh komunitas internasional.
"Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, akibat dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri yang tidak berkelanjutan, telah mendorong perubahan iklim pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Dwikorita dikutip dari keterangan tertulis BMKG, Senin (12/2).
Dwikorita mengatakan, Perubahan iklim global bukanlah hoaks dan prediksi untuk masa depan, melainkan realitas yang dihadapi miliaran jiwa penduduk bumi. Karenanya, fenomena tersebut tidak bisa dianggap sebagai sebuah persoalan sepele.
Menurut Dwikorita, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40 derajat Celcius di atas zaman pra industri.
Dia mengatakan, angka ini nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius. Pada 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana gelombang panas ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.
Dwikorita mengatakan, rekor iklim yang terjadi di tahun 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan. Hal itu merupakan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan yaitu perubahan iklim yang semakin nyata.
"Maka dari itu, perlu langkah atau gerak bersama seluruh komponen masyarakat, tidak hanya pemerintah, namun juga sektor swasta, akademisi, media, LSM, dan lain sebagainya," tambah Dwikorita.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan perubahan iklim memiliki dampak yang besar terhadap bumi dan seluruh mahluk hidup yang mendiaminya. Perubahan iklim juga berdampak pada berbagai sektor, terutama pertanian yang mengancam ketahanan pangan seluruh negara.
"Perubahan iklim menjadi tanggung jawab bersama. Karenanya perlu upaya bersama dan berkelanjutan untuk menahan lajunya dan mengurangi dampaknya," tuturnya.
Menurut survei Populix, anak muda Indonesia umumnya ingin agar presiden yang terpilih dalam Pemilu 2024 bisa menangani masalah lingkungan. Mayoritas atau 82% responden anak muda menilai, masalah yang paling mendesak adalah polusi udara.