PLTP Sorik Marapi Unit II Beroperasi, PLN Bisa Berhemat Rp 200 Miliar

ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Ilustrasi. Instalasi sumur geothermal atau panas bumi milik PT Geo Dipa Energi di dataran tinggi Dieng Desa Pranten, Bawang, Batang, Jawa Tengah.
29/7/2021, 19.42 WIB

Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sorik Marapi Unit II mulai beroperasi. Kementerian ESDM menyebut dengan beroperasinya pembangkit listrik ini PLN dapat menghemat biaya pokok penyediaan pembangkitan (BPP) hingga Rp 200 miliar.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengatakan bahwa pada 2020, dari produksi listrik PLTP Sorik Marapi sebesar 334 juta kWh, PLN mampu menghemat BPP kurang lebih Rp 100 miliar.

"Dengan tambahan operasi unit II yang berkapasitas 45 megawatt (MW) potensi penghematan semakin besar. Dalam satu tahun kira-kira PLN bisa menghemat BPP sebesar Rp 200 miliar," katanya dalam diskusi secara virtual, Kamis (29/7).

Perhitungannya, tarif jual beli listrik sebesar 8,1 sen dolar AS per kWh, sedangkan BPP Provinsi Sumatera Utara 10,18 sen dolar AS per kWh.

Proyek PLTP Sorik Marapi di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Sorik-Marapi-Roburan-Sampuraga memiliki target pengembangan total 240 MW sesuai studi kelayakan yang telah disetujui oleh Menteri ESDM, serta kontrak jual beli listrik dengan PT PLN (Persero).

Untuk memenuhi target pengembangan tersebut, PT Sorik Marapi Geothermal Power terus mengebor sumur pengembangan untuk pasokan PLTP Unit III dan IV. Simak databoks berikut:

Beroperasinya PLTP Unit II ini diharapkan dapat mendongkrak produksi dari 28 juta kWh per bulan menjadi 50 juta kWh per bulan, dan meningkatkan kontribusi ke kas negara berupa pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan bonus produksi.

Potensi tambahan PNBP dengan beroperasinya PLTP Sorik Marapi Unit II sebesar Rp 10 miliar per tahun dari rencana kapasitas 45 MW. Sedangkan bonus produksi yang akan disetorkan ke kas Kabupaten Mandailing Natal naik menjadi Rp 2,7 miliar dari sebelumnya Rp 1,9 miliar.

Reporter: Verda Nano Setiawan