Cina, India, Amerika Absen dari Komitmen COP26 Setop Bangun PLTU Baru

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Progres proyek program 35.000 MW dan kondisi kelistrikan di wilayah regional Jawa bagian Barat di lokasi proyek PLTU Lontar, Balaraja, Banten.
Penulis: Happy Fajrian
5/11/2021, 13.30 WIB

Sejumlah negara pengonsumsi dan produsen batu bara terbesar di dunia dilaporkan tidak ikut menandatangani komitmen yang dicapai dalam KTT Iklim PBB COP26 untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru.

Komitmen itu juga sepakat untuk mempensiunkan PLTU pada 2030 di negara maju dan 2040 di negara miskin/berkembang. Sekitar 190 menandatangani komitmen ini termasuk di antaranya Indonesia, Vietnam, dan Polandia. Mayoritas juga berkomitmen menghentikan investasi proyek PLTU baru di luar negeri.

Namun Cina, India, dan Amerika Serikat (AS) yang merupakan tiga negara pengonsumsi batu bara terbesar di dunia, serta Australia yang merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, tidak ikut menandatangani komitmen ini.

Padahal, Presiden KTT COP26 Alok Sharma mengatakan bahwa salah satu tujuan utama konferensi ini adalah menutup sejarah batu bara dengan 23 negara membuat komitmen iklim baru. Ia pun optimistis bahwa akhir dari batu bara sudah di depan mata.

"Menjadikan batu bara ke dalam sejarah telah menjadi prioritas pribadi saya. Anda dapat mengatakan dengan yakin bahwa batu bara bukan lagi raja," ujarnya seperti dikutip Reuters pada Jumat (5/11).

Meski demikian negara-negara yang memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap batu bara tidak ikut menandatangani komitmen ini. Seperti Cina yang bertanggung jawab atas 54,3% konsumsi batu bara global pada 2020, India 11,6%, dan Amerika 6,1% menurut statistik BP. Simak databoks berikut:

Seorang pejabat Amerika mengatakan bahwa rencana Presiden Joe Biden untuk mendekarbonisasi sektor kelistrikan pada 2035 akan mengurangi ketergantungan negara tersebut terhadap batu bara.

"Kami akan segera memiliki seperangkat undang-undang yang menetapkan anggaran sebesar US$ 800 miliar (Rp 11.500 triliun) untuk energi bersih dan program iklim yang akan mendorong transformasi di Amerika dan itulah yang menjadi fokus kami," ujar seorang pejabat senior Departemen Energi AS.

Meski demikian diketahui bahwa senator AS dari partai Demokrat, Joe Manchin yang merupakan pendiri dan pemilik perusahaan pialang batu bara, telah menentang beberapa langkah iklim dalam undang-undang tersebut.

Emisi karbon atau gas rumah kaca dari pembakaran batu bara merupakan kontributor terbesar perubahan iklim. Menghentikan penggunaan komoditas berjuluk emas ini dianggap penting untuk mencapai target iklim global.

Transisi yang Tidak Merata

Beberapa ahli mengatakan kesepakatan itu merupakan langkah maju yang datang bersamaan dengan pengumuman oleh Powering Past Coal Alliance yang mengatakan telah mendapatkan 28 anggota baru yang sepakat untuk menghentikan konsumsi batu bara.

Wakil direktur untuk program lingkungan dan masyarakat di lembaga think-tank Chatham House London, Antony Froggatt, mengatakan komitmen yang diumumkan di COP26 tersebut menjadi perhatian karena absennya sejumlah negara yang bergantung pada batu bara.

Namun juga sebagai kemajuan karena semakin banyak negara yang berkomitmen untuk keluar dari batu bara. "Ini menyoroti betapa tidak meratanya transisi menuju energi yang lebih bersih di seluruh dunia," katanya.

Komitmen tersebut tidak mengikat, dan beberapa negara yang menandatangani komitmen tersebut, seperti Indonesia, mengatakan bahwa mereka tidak akan dapat menghentikan penggunaan batubara secara bertahap tanpa bantuan keuangan dari negara lain.

“Kami membutuhkan dana untuk menghentikan penggunaan batu bara lebih awal dan untuk membangun kapasitas baru energi terbarukan (EBT)," kata Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani, Rabu (3/11).

KTT COP26 sejauh ini telah memberikan dana sekitar US$ 20 miliar (Rp 287 triliun) untuk membantu sejumlah negara menghapus batu bara dari bauran energinya. Namun kesepakatan ini tetapi tidak mencakup tentang penggunaannya batu bara untuk industri manufaktur.

Inggris, misalnya, telah menghapuskan sebagian besar konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik, namun masih berencana untuk membuka tambang batu bara baru di Cumbria, Inggris barat laut, yang dimaksudkan sebagai bahan bakar untuk produksi baja.

Inggris mengatakan pihaknya berharap kesepakatan batu bara, dengan penandatangan awalnya, akan mendorong negara lain seperti Cina dan India untuk bergabung.