Transisi energi menjadi topik pembicaraan banyak pihak saat ini. Terlebih setelah adanya Presidensi G20 Indonesia yang memasukkan transisi energi ke dalam salah satu topik pembahasan di acara tersebut.
Walaupun sudah banyak pembicaraan tentang transisi energi, namun ternyata masih banyak yang belum memahami tentang permasalahan ini. Ingin memahami transisi energi lebih dalam? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Sejarah dan Pengertian Transisi Energi
Transisi energi adalah upaya untuk menekan risiko pemanasan global yang dapat mengancam kehidupan di masa depan. Transisi energi juga bisa diartikan sebagai sebuah jalan ke arah transformasi energi global menjadi nol karbon.
Hal tersebut berpatokan pada perubahan sektor energi global dari produksi dan konsumsi energi fosil menjadi energi terbarukan yang lebih berkelanjutan. Dalam International Renewable Agency diterangkan bahwa transisi energi merupakan perubahan energi dari bahan bakar fosil menjadi energi hijau.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya transisi energi yang sedang diupayakan banyak negara saat ini bukanlah yang pertama kali dilakukan. Mengutip dari transisienergi.id, kegiatan transisi pertama kali terjadi saat mesin uap ditemukan pada abada ke-18.
Di masa tersebut, terjadi perubahan jumlah dan pola penggunaan energi yang awalnya didominasi oleh biomassa (kayu bakar) menjadi batu bara sebagai sumber utamanya. Setelah itu terjadi perubahan lagi saat minyak dan nuklir mulai dikenalkan pada tahun 1950an.
Dari tahun 1950an sampai saat ini, sumber energi terbarukan mulai mengambil alih dominasi energi fosil. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa saat ini kita sedang berada di masa transisi menuju penggunaan energi terbarukan seutuhnya.
Transisi Energi Indonesia
Transisi energi terbarukan saat ini sedang dilakukan oleh banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data yang ditampilkan dalam databoks, disebutkan bahwa pada tahun 2021 indeks transisi energi Indonesia berada diposisi keenam di Asia Tenggara.
Pada posisi pertama di duduki oleh Singapura dengan total indeks transisi energi mencapai 67 poin. Posisi kedua dan ketiga diduduki oleh Malaysia dan Thailan dengan nilai 64 dan 60 poin.
Perencanaan transisi energi nasional sudah dilakukan melalui beberapa peraturan. Mengutip dari transisienergi.id, berikut empat kebijakan tentang transisi energi di Indonesia.
1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007
Undang-undang ini membahas tentang energi dan menekankan pembanginan berkelanjutan, ketahanan energi, serta pelestarian lingkungan. Melalui UU ini pemerintah membentuk Dewan Energi Nasional (DEN). Perlu diketahui bahwa DEN merupakan lembaga independen dan bertanggung jawab atas penyusunan Kebijakan Energi Nasional.
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009
Undang-undang ini berisi terntang ketenagalistrikan. UU No 3 Tahun 2009 juga memberikan ketentuan bahwa pemanfaatan sumber energi primer harus dilaksanakan dengan mengutamakan sumber energi baru dan energi terbarukan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014
Perataran ini berisi tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% di tahun 2050.
4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016
Undang-undang ini mengulas tentang pengesahan Kesepakatan Paris pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang perubahan iklim.
Alasan Transisi Energi Nasional Perlu Dilakukan
Sebuah kebijakan pasti ditetapkan dengan alasan yang kuat. Hal tersebut juga berlaku pada keputusan untuk melakukan transisi energi. Menurut keterangan dalam transisienergi.id, akselesasi perpindahan energi di Indonesia perlu dilakukan dengan alasan sebagai berikut:
1. Terjadi Perubahan Iklim
Alasan terbesar dalam percepatan transisi energi menuju net zero emission yaitu karena terjadinya perubahan iklim. Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim sangat terasa. Bisa dilihat dari kenaikan suhu global pada pertengahan abad 20 hingga saat ini.
Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan akibat dari pembangunan global. Upaya pembangunan yang sedang dilakukan negara kita masih sangat bergantung pada energi fosil. Maka dari itu, perlu segera berpindah menuju pembangunan rendah karbon yang berkelanjutan.
Berdasarkan laporan dari Climate Change Performance Index, indeks kinerja perubahan iklim Indonesia berada di posisi kelima di antara negara G20 dengan skor indeks 57,17. Sedangkan posisi pertama ditempati oleh Britania Raya dengan nilai indeks 73,09.
2. Adanya Negoisasi Iklim Nasional
Paris Agreement merupakan sebuah kesepkatan peserta COP ke-21 di Paris pada tahun 2015 untuk mencegah peningkatan suhu bumi. Dalam kesepakatan tersebut mewajibkan negara anggota untuk mengambil peran dalam komitmen perubahan iklim. Perwujudkannya yaitu melalui penetapan National Determined Contribution atau NDC.
Realisasi NDC bisa mempengaruhi kedudukan politis setiap negara di dunia Internasional. Maka dari itu, impelmentasi NDC dalam rencana pembangunan negara menjadi penting untuk dilakukan.
3. Terdapat Terobosan Teknologi dan Penggunaan Energi Baru
Adanya peningkatan pemanfaatan energi terbarukan di skala global membuat penelitian dan pengembangan teknologi yang tersedia semakin meningkat. Sehingga energi terbarukan semakin beragam, berkualitas, dan efisien.
4. Kondisi Geopolitik dan Ekonomi
Alasan transisi energi nasional lainnya yaitu karena kondisi geopolitik dan ekonomi yang dimiliki negara kita. Hal tersebut didukung dengan adanya desentralisasi pembangkit listrik, tren investai energi terbarukan dan divestasi energi fosil, pengadaan instalasi pembangkit energi terbarukan, serta kebebasan dari ketergantungan fosil.
5. Perubahan Perilaku Konsumen Listrik
Perubahan perilaku pada konsumen listrik juga turut mempengaruhi transisi energi bersih dan terbarukan. Perubahan perilaku tersebut disebabkan oleh kesadaran akan perubahan iklim serta upaya untuk mengurangi polusi demi menjaga kesehatan dan lingkungan.