Pemerintah menargetkan nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060. Sebagai tuan rumah gelaran G20, Indonesia dinilai bisa mencari dukungan dari negara-negara yang hadir untuk mencapai target ini.
Apalagi, terdapat kelompok kerja Energy Transition Working Group (ETWG) dalam pertemuan G20 di Indonesia. Kelompok ini berfokus pada isu transisi energi dengan mengidentifikasi tiga masalah utama yakni aksesibilitas, optimalisasi teknologi, dan pendanaan.
“Ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi sebagai upaya mitigasi perubahan iklim,” kata Project Manager CASE – IESR Agus P Tampubolon, dalam diskusi IESR: Akses, Teknologi, dan Pendanaan Transisi Energi di Hotel Aone, Jakarta, pekan lalu (14/4).
Ia menyampaikan, akses masyarakat Indonesia terhadap energi terbarukan masih rendah. Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS atap misalnya, dibanderol lebih dari Rp 10 juta per kilo watt peak (kWp).
Alhasil, PLTS atap rata-rata digunakan oleh masyarakat berpenghasilan besar. Padahal, masyarakat perdesaan yang belum mendapatkan pasokan listrik dari PLN, semestinya bisa memanfaatkan PLTS atap.
“Yang menjadi fokus yakni bagaimana mengurangi konsumsi minyak bumi dan gas (migas). Itu memang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar dan butuh waktu,” kata Agus.
Beberapa tahun lalu, saat mendampingi pendonor ke daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), Agus menemukan desa yang seluruh sumber energinya berasal dari PLTS. Fasilitas ini dibangun oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
"Wilayah itu jauh dari listrik PLN. PLN baru bisa masuk dalam beberapa tahun ke depan. BUMDES memasang PLTS di suatu tempat dan nanti orang-orang datang ke tempat untuk mengisi daya lampu," ujar Agus.
“Menariknya, BUMDES itu bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Mereka datang ke tempat itu, lalu membayar untuk mendapatkan listrik. Bisa juga dicicil,” tambah dia.
Ia berharap, peran Indonesia sebagai tuan rumah G20 menjadi peluang untuk membangun kerja sama dan mencari dukungan dari negara-negara G20 dalam transisi ke energi hijau.
Sedangkan Sustainable Energy Finance Advisor, Deputy Programme Manager The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia Deni Gumilang mengatakan, perlu kerangka peraturan yang lebih baik dan lingkungan bisnis yang ramah untuk pertumbuhan energi terbarukan.
Kondisi tersebut dapat dipenuhi melalui beberapa implementasi kebijakan seperti:
- Reformasi insentif
- Penetapan harga dan subsidi yang berfokus pada energi terbarukan
- Menciptakan proses perizinan dan pengadaan yang efektif dan efisien untuk memberikan keamanan dan kepastian investasi
- Meningkatkan kelayakan dan kredibilitas proyek dengan memfasilitasi penelitian, pengembangan proyek, serta pengembangan kapasitas.
“Sumber pendanaan ini banyak. Bisa juga melalui skema bilateral dan multilateral, dana swasta, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata Deni.
Pendanaan infrastruktur energi terbarukan merupakan faktor penting dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia. Hasil simulasi yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) pada 2021 menunjukkan, kebutuhan investasi pembangkit (CAPEX) hingga 2060 sekitar US$ 1.131 miliar.
Dirjen EBTKE menyampaikan, Indonesia membutuhkan total investasi US$ 1.177 miliar untuk membangun kapasitas terpasang 587 GW dari energi terbarukan pada 2060. Sebanyak US$ 1.042 miliar untuk pembangkit listrik dan US$ 135 miliar sistem transmisi.
Guna mempercepat proses transisi energi di Indonesia, pemerintah diharapkan dapat melakukan reformasi kebijakan penetapan harga dan pengalihan subsidi dari energi fosil ke energi terbarukan.
“Ketika transisi reformasi kebijakan perlu dilakukan. Bagaimana mengalihkan subsidi dari energi fosil ke non-fosil atau energi bersih. Lalu menciptakan proses perizinan dan pengadaan yang efektif dan efisien. Ini juga menjadi hal-hal yang penting,” ujarnya.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.