Indonesia Tidak akan Ekspor EBT, Bahlil: Untuk Industri Dalam Negeri

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Panel surya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/12/2021). Kementerian ESDM merencanakan kapasitas dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia pada 2060 mendatang sebesar 617 GW.
Penulis: Happy Fajrian
18/5/2022, 15.01 WIB

Indonesia saat ini tengah menggenjot investasi untuk mendorong pengembangan energi hijau dan ramah lingkungan, termasuk mengembangkan potensi sumber energi baru terbarukan (EBT) hingga mendorong ekosistem kendaraan listrik dan baterai kendaraan listrik di dalam negeri.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa setelah Indonesia berhasil mengembangkan potensi EBT, produknya tidak akan diekspor. Hal ini agar industri bisa terbangun di dalam negeri.

Bahlil mempersilakan investor menanamkan modalnya di sektor EBT. Namun produk EBT-nya tidak akan diekspor. “Pemerintah belum berpikir untuk mengekspor EBT ke negara mana pun,” ujarnya dalam Investment Forum ‘Mendorong Percepatan Investasi Berkelanjutan dan Inklusif’, Rabu (18/5).

Indonesia dinilai punya peran besar dalam pengembangan EBT. Terlebih dengan tren keberlanjutan yang ada saat ini. Pengembangan energi yang ramah lingkungan juga sejalan dengan target NDC Indonesia untuk bisa mencapai netral karbon (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat.

"Silakan investasi tapi kami belum terpikir untuk ekspor EBT ke negara mana pun. Karena kita akan pakai dulu di dalam negeri. Silakan kalau mau investasi, investasi di dalam negeri. Karena kalau listriknya kita jual ke negara lain, maka industri akan lari ke sana," katanya.

Sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif menjanjikan investor di sektor EBT di Indonesia dapat mendapatkan kembali investasinya atau balik modal dalam waktu 10 tahun. Simak potensi EBT di Indonesia pada databoks berikut:

Halaman:
Reporter: Antara