Kementerian ESDM dan PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) telah menghentikan uji alir sumur panas bumi T-11 yang diduga menjadi penyebab puluhan warga Desa Sibangor Tonga dan Desa Sibangor Julu, Mandailing Natal, Sumatera Utara, dilarikan ke rumah sakit akibat sesak nafas hingga tak sadarkan diri pada Selasa (27/9).
Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Harris, mengatakan kondisi sumur T-11 sudah dalam posisi tertutup dan kegiatan uji alir sumur telah dihentikan. Uji alir sumur ini memiliki risiko salah satunya berupa keluarnya gas Hidrogen Sulfida atau H2S.
"Saat laporan keluhan warga diterima, aktivitas di Wellpad T ada kegiatan bleeding sumur T-11 untuk menetralisir gas di dalam sumur yang menjadi bagian dalam rangkaian proses uji alir sumur T-11,” kata Harris dalam siaran pers pada Kamis (29/9).
Proses bleeding sumur dimulai pukul 15.30 WIB hingga pukul 17.30 WIB dan direncanakan untuk dilanjutkan kembali keesokan harinya. Namun, beberapa saat kemudian PT SMGP mendapat laporan adanya keluhan dari warga.
“Sekitar pukul 18.00 WIB, terdapat beberapa orang warga dari Desa Sibangor Julu dan Desa Sibangor Tonga mengeluhkan mencium bau menyengat yang berasal dari Wellpad T, mengakibatkan beberapa orang warga mengalami gejala sesak nafas dan muntah,” ujarnya.
Warga Desa Sibangor Julu, Saptar Nasution, mengatakan sebanyak 88 warga dari Desa Sibangor Julu dan Sibangor Tonga menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Puluhan warga tersebut dilarikan ke dua rumah sakit, yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panyambungan dan Rumah Sakit Permata Madina.
Peristiwa ini merupakan peristiwa ke-6 dalam dua tahun terakhir. "Lokasi kebocoran di lokasi sumur Wallpad Tango atau T. Kegiatannya mulai dari pukul 2 siang," kata Saptar saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (28/9).
Sebelum kejadian tanggal 27 September, kebocoran gas juga terjadi pada bulan yang sama, tepatnya pada tanggal 16 September yang membuat 9 warga dilarikan ke rumah sakit. Saptar menjelaskan, gas H2S memiliki bau seperti telur busuk bercampur aroma belerang.
"Tidak ada semburan lumpur seperti April lalu, adanya bau menyengat mirip telur busuk dicampur dengan bau belerang," sambungnya.
Saptar menceritakan, sore itu warga kampung Sibangor Julu dan Sibangor Tonga mendadak mual dan muntah-muntah usai menghirup gas H2S. Gejala awal itu berlanjut pada rasa sesak nafas yang membuat sebagian warga jatuh pingsan.
"Akibat itulah warga tidak sadar dan kami larikan ke rumah sakit, sesampainya di sana, yang ringan cepat sadar dan ada juga yang sampai dua jam gak sadar-sadar," jelas pria berusia 40 tahun tersebut.
Dengan adanya kejadian berulang tersebut, Saptar berharap pemerintah melakukan evaluasi total kepada jajaran manajemen PT SMGP sebagai pihak pengelola dari PLTP Sorik Marapi. Dia pun membandingkan praktik pertambangan panas bumi di wilayah lain yang minim kecelakaan.
"Kenapa SMGP ini dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun ini sering terjadi insiden. Berarti ada kesalahan di manajemen, teknis atau peralatan yang digunakan tidak memenuhi standar nasional. Mohon ini manajemennya diperbaiki," ujarnya. "Kami tidak begitu kukuh proyek ini harus ditutup harus dihentikan. Bukan."