Indonesia akan Manfaatkan Presidensi G20 untuk Himpun Investasi EBT

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
18/2/2022, 11.38 WIB

Kementerian ESDM menyampaikan bahwa pemerintah akan mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 2022 untuk menghimpun pendanaan dan investasi yang inovatif dan menguntungkan untuk membiayai pengembangan energi baru terbarukan (EBT) demi mempercepat transisi energi.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah memiliki skema pendanaan yang variatif dalam mencari dukungan investasi. Khususnya investasi dari antar negara maupun lembaga internasional.

Menurut Dadan pemerintah terbuka bagi kerja sama internasional, termasuk dalam urusan investasi asing, skema pendanaan yang inovatif, serta transfer teknologi.

"Kami mendorong blended finance (pendanaan campuran) dan sedang menyusun Peraturan Presiden terkait hal ini. Kita nanti akan memanfaatkan pendanaan tidak hanya di dalam negeri dan berbasis komersial perbankan, tapi juga dari filantropis, multinasional yang bermaksud mendukung pengembangan EBT di Indonesia," ujarnya, Kamis (17/2).

Dadan menjelaskan blended finance merupakan dana perwalian perubahan iklim. Indonesia akan memfasilitasi perolehan dana dari para donor, yaitu Asian Development Bank, European Investment Bank (hibah/pinjaman) dan World Bank.

Selanjutnya SDG Indonesia Satu yang merupakan platform terintegrasi untuk mendukung proyek terkait Sustainable Development Goal. Terdiri atas empat pilar, yaitu fasilitas pengembangan, de-risking, pembiayaan dan ekuitas.

Kemudian, investasi anggaran non pemerintah yang mendorong sektor swasta dalam pengembangan proyek infrastruktur strategis nasional. Skema ini memfasilitasi investor dalam pembiayaan ekuitas (pembiayaan ekuitas langsung dan instrumen investasi ekuitas).

Berikutnya ada Tropical Landscape Finance Facility (TLFF), bertujuan memanfaatkan pendanaan publik untuk penggunaan lahan yang berkelanjutan, termasuk di bidang restorasi ekosistem dan investasi EBT.

Selain itu, ada skema kerja sama pemerintah dan Badan Usaha atau Public Private Partnership (KPBU/PPP) adalah kontrak jangka panjang antara pihak swasta dan entitas pemerintah untuk menyediakan aset layanan publik berupa Project Development Facility, Viability Gap Fund, penjaminan infrastruktur & pembayaran ketersediaan.

Terakhir, dari perbankan komersial dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan persentase tertentu dari portofolio kredit untuk pembiayaan proyek hijau.

Adapun kebutuhan investasi untuk mencapai karbon netral di 2060 memerlukan biaya besar. Setidaknya secara total dana yang dibutuhkan mencapai US$ 1 triliun atau US$ 29 miliar per tahun.

Angka tersebut terdiri dari kebutuhan investasi di pembangkit EBT sebesar US$ 1.042 miliar dan transmisi yang mencapai US$ 135 miliar. "Transmisi ini biasanya satu paket (pembangunan pembangkit) supaya bisa beroperasi," kata Dadan.

Reporter: Verda Nano Setiawan