Menelaah Perlakuan PPN atas Jasa Outsourcing

ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki
Ilustrasi, satpam berjaga di depan ruang isolasi sebuah rumah sakit. Satpam termasuk dalam salah satu jenis pekerjaan di mana sebuah perusahaan memilih menggunakan sistem outsourcing.
Penulis: Agung Jatmiko
11/5/2023, 18.28 WIB

Dalam dunia ketenagakerjaan, sistem outsourcing telah menjadi hal yang lazim digunakan oleh suatu perusahaan dalam pemenuhan tenaga kerja.

Secara umum, outsourcing diartikan sebagai kegiatan atau kebijakan sebuah perusahaan yang menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Ini baik berupa pemborongan pekerjaan, ataupun penyediaan tenaga kerja.

Dalam sistem perpajakan Indonesia, perusahaan penyedia jasa outsourcing termasuk dalam jenis jasa kena pajak (JKP) yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Fasilitas ini diberikan selama perusahaan penyedia jasa outsourcing tersebut memenuhi syarat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Seperti apa kebijakan PPN atas jasa outsourcing secara detail? Simak ulasan selengkapnya berikut ini.

Kebijakan PPN atas Jasa Outsourcing

Perlu diketahui, sejak 2003 pemerintah telah menetapkan bahwa jasa penyedia tenaga kerja atau outsourcing merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.

Pemberian fasilitas ini didasarkan atas pertimbangan bahwa, jasa outsourcing merupakan jasa penyedia tenaga kerja untuk pekerjaan yang sifatnya pendukung dan tidak memiliki hubungan langsung dengan pekerjaan inti pengguna jasa outsourcing.

Artinya, jasa outsourcing hanya diijinkan dimanfaatkan oleh suatu perusahaan untuk jenis pekerjaan yang sifatnya hanya sebagai fungsi pendukung saja. Contohnya, jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering dan pemborongan pertambangan.

Pemberian fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing ini berlandaskan pada Pasal 66 Ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU Ketenagakerjaan.

Aturan tersebut berbunyi, "Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan proses produksi."

Adapun, ketentuan perpajakan mengenai fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing, termaktub dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.53/2003. Surat edaran tersebut, secara jelas menyebutkan bahwa jasa outsourcing adalah jenis jasa yang sebenarnya dikenakan PPN.

Dalam SE-05/PJ.53/2003, jasa outsourcing diartikan sebagai jasa yang diserahkan oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa, di mana pengusaha penyedia hanya terikat pada kewajiban untuk menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja dan tidak terikat dengan kewajiban penyerahan jasa di bidang lainnya.

Dari pengertian yang tertera dalam SE tersebut, fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing berlaku jika memenuhi beberapa syarat, yakni sebagai berikut:

  • Pihak penyedia jasa outsourcing tidak membayar gaji/honorarium/upah/bonus/tunjangan kepada tenaga kerja yang diserahkan.
  • Tenaga kerja yang diserahkan didalam struktur kepegawaian pengusaha pengguna jasa penyedia tenaga kerja.

Aturan Terbaru Terkait Perlakuan PPN atas Jasa Outsourcing

Landasan hukum terkait dengan perlakuan PPN atas jasa outsourcing tidak berhenti dengan dikeluarkannya SE-05/PJ.53/2003. Pada 2012, aturan mengenai kebijakan PPN atas jasa outsourcing dikeluarkan pemerintah, melalui Kementerian Keuangan.

Aturan yang dimaksud, adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-83/PMK.03/2012 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Tenaga Kerja yang Tidak Dikenai PPN. Kemudian, pada 2022 dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 tahun 2022, yang di dalamnya mengatur tentang pengenaan PPN atas jasa outsourcing.

Berdasarkan PP 49/2022, jasa outsourcing dapat digolongkan sebagai jasa kena pajak yang dibebaskan dari PPN jika memenuhi empat kriteria, antara lain:

  • Pengusaha penempatan atau penyalur tenaga kerja harus hanya menempatkan dan menyalurkan tenaga kerja kepada pengguna tenaga kerja. Penyaluran tenaga kerja harus tidak terkait dengan pemberian JKP lainnya, seperti jasa teknik, konsultasi, bongkar muat, dan lain-lain.
  • Pengusaha penyedia tenaga kerja harus tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan. Gaji tenaga kerja dibayar oleh pengguna tenaga kerja.
  • Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa.
  • Tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan penyedia jasa masuk ke dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.