Faktur Pajak Digunggung, Pengertian dan Kriteria Penggunaannya

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.
Ilustrasi, suasana sebuah minimarket. Minimarket menjadi salah satu jenis usaha yang menggunakan faktur pajak digunggung.
Penulis: Agung Jatmiko
10/11/2023, 06.20 WIB

Dalam sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, seorang pengusaha kena pajak (PKP) wajib menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN. Salah satu jenis yang berlaku di Indonesia, adalah faktur pajak digunggung.

Sebagai informasi, faktur pajak dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP), sebagai tanda bukti ia telah memungut pajak dari konsumen yang telah membeli barang atau jasa.

Berdasarkan Pasal 13 Ayat (5) UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM), faktur pajak harus mencantumkan data-data, seperti nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan dan yang menerima BKP/JKP. Lalu, mencantumkan juga jenis barang/jasa, harga jual, dan potongan harga.

Kemudian, terdapat besaran PPN dan/atau PPnBM yang dipungut, serta kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. Terakhir, mencantumkan nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak tersebut. Namun, tidak semua transaksi penyerahan BKP memenuhi persyaratan yang tertera dalam Pasal 13 Ayat (5) UU PPN dan PPnBM. Misalnya, saat pembeli tidak wajib menyerahkan nama, alamat dan NPWP ketika melakukan pembelian BKP.

Nah, atas jenis transaksi ini PKP bukannya dibebaskan atas kewajiban membuat faktur pajak. PKP tetap wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN, serta menerbitkan faktur pajak. Faktur yang dibuat untuk jenis transaksi ini dinamakan faktur pajak digunggung.

Pengertian Faktur Pajak Digunggung

Dari penjelasan di atas, faktur pajak digunggung dapat diartikan sebagai faktur pajak yang tidak diisi dengan nama/identitas pembeli, serta tanda tangan penjual. Jenis faktur pajak ini digunakan oleh PKP pedagang eceran. Contoh PKP pedagang eceran ini di antaranya adalah, supermarket, minimarket, dan department store, serta usaha sejenis lainnya.

Faktur pajak ini digunakan karena sifat bisnis PKP pedagang eceran, yang tidak mengharuskan konsumennya menyertakan identitas. Biasanya PKP pedagang eceran mengeluarkan faktur pajak berupa faktur penjualan, bon, kwitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lainnya yang sejenis.

Faktur Pajak digunggung ini berbeda dengan faktur pajak gabungan. Sebab, faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP/JKP yang sama selama satu bulan kalender.

Artinya, faktur pajak gabungan tetap menunjukkan jumlah seluruh transaksi penyerahan antara satu PKP dengan PKP lain. Sementara, faktur pajak digunggung berisi banyak transaksi dari banyak pembeli.

Kemunculan faktur pajak digunggung sendiri tergolong baru di Indonesia, meski sistem PPN telah diterapkan sejak 1986. Sebelumnya, dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal dua faktur pajak, yakni faktur pajak standar dan faktur pajak sederhana. Untuk pelaporan pemungutan PPN oleh PKP pedagang eceran, sebelumnya menggunakan faktur pajak sederhana.

Masalahnya, dalam Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa, pajak masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk memperoleh BKP yang bukti pungutannya menggunakan faktur pajak sederhana.

Dalam perjalanannya, regulasi ketentuan umum perpajakan semakin berkembang dengan munculnya UU PPN dan PPnBM. Dalam UU PPN dan PPnBM, istilah faktur pajak standar dan faktur pajak sederhana dihapuskan dan diganti dengan satu nama, yakni faktur pajak.

Meski demikian, istilah faktur pajak digunggung muncul karena ada kegiatan usaha yang sifat transaksi penyerahan BKP-nya tidak mewajibkan pembeli mencantumkan identitas.

Kata "digunggung" sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berasal dari kata "gunggung", yang berarti jumlah, sejumlah, atau sebanyak. Jadi, boleh dikatakan faktur pajak digunggung merupakan faktur pajak yang dijumlahkan atau terdiri atas beberapa faktur pajak.

Kriteria Penggunaan Faktur Pajak Digunggung

Seperti yang telah dijelaskan, karakteristik usaha PKP pedagang eceran membuatnya tidak bisa mendapatkan perlakuan yang sama seperti PKP pada umumnya. Pasalnya, PKP pedagang eceran menjual barang pada konsumen akhir dengan jumlah penyerahan barang yang relatif banyak, tapi dengan nilai yang relatif kecil.

Sehingga, jika diwajibkan membuat faktur pajak seperti PKP lainnya, ini akan menyulitkan PKP pedagang eceran kesulitan dalam pembuatan dan pengelolaan faktur pajak. Mengingat banyaknya jumlah transaksi dan pembeli yang dilakukan dalam satu periode.

Mengutip www.klikpajak.id, syarat penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan faktur pajak digunggung antara lain:

  • Dilakukan di tempat penjualan retail, atau tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi tempat konsumen akhir lainnya.
  • Dilakukan tanpa melalui penawaran tertulis, kontrak, lelang dan sebagainya. Melainkan, langsung kepada konsumen akhir.
  • Pembayaran BKP/JKP dilakukan secara tunai. Khusus untuk BKP, penjual langsung menyerahkan barang, dan pembeli langsung membawanya.

Sementara, jika PKP pedagang eceran melakukan transaksi dengan PKP lain, faktur pajak yang digunakan bukan faktur pajak digunggung. Melainkan, menggunakan faktur yang strukturnya mengikuti ketentuan yang tertera dalam peraturan mengenai faktur pajak.