Memahami Mekanisme Pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Ilustrasi, sejumlah wajib pajak antre saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak.
Penulis: Agung Jatmiko
7/1/2024, 12.00 WIB

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan atau Kemenkeu telah mengeluarkan aturan terkait mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pegawai berstatus tidak tetap. Aturan yang dimaksud, adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 tahun 2023, yang telah berlaku efektif sejak 1 Januari 2024.

Dalam PMK 168/2023, pegawai tidak tetap didefinisikan sebagai pegawai yang hanya menerima penghasilan bila bekerja berdasarkan jumlah hari kerja, unit yang dihasilkan, atau penyelesaian pekerjaan.

"Penghasilan pegawai tidak tetap dapat berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan upah yang diterima atau diperoleh secara bulanan," bunyi Pasal 5 ayat (1) huruf d PMK 168/2023.

Dalam PMK 168/2023, disebutkan bahwa dasar pengenaan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap yang menerima penghasilannya tidak secara bulanan dengan nominal harian hingga Rp 2,5 juta, adalah penghasilan bruto sehari atau rata-rata penghasilan bruto sehari.

PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif harian yang terlampir pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023, yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada 27 Desember 2023 dan berlaku sejak awal tahun ini.

Dalam PP 58/2023, tarif efektif PPh Pasal 21 untuk penghasilan bruto harian senilai maksimal Rp 450.000 adalah sebesar 0%. Sedangkan penghasilan bruto harian di atas Rp 450.000 hingga Rp 2,5 juta dikenakan tarif efektif sebesar 0,5%.

Sementara, apabila pegawai tidak tetap menerima penghasilan secara bulanan, tetapi nominalnya lebih dari Rp 2,5 juta per hari, maka dasar pengenaan PPh Pasal 21 adalah 50% dari penghasilan bruto. PPh Pasal 21 ini dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Adapun, tarif yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 21, yakni Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh, adalah sebagai berikut:

  • 5% untuk penghasilan Rp 0 hingga Rp 60 juta.
  • 15% untuk penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta.
  • 25% untuk penghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta.
  • 30% untuk Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar.
  • 25% untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar.

Adapun, jika pegawai tidak tetap menerima penghasilannya secara bulanan, maka dasar pengenaan PPh Pasal 21 adalah sebesar jumlah penghasilan bruto, yang dihitung menggunakan tarif efektif bulanan yang tertera dalam PP 58/2023.

Patut diingat, PMK 168/2023 diterbitkan untuk memberikan petunjuk kepada wajib pajak, yang digunakan untuk melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi, sesuai dengan UU PPh dan PP 58/2023.