Dalam sistem PPN yang berlaku di Indonesia, dikenal istilah Wajib Pungut atau Wapu. Istilah ini merujuk pada pembeli atau penerima barang/jasa kena pajak (BKP/JKP) yang justru memungut pajak pertambahan nilai.
Artinya, sebagai konsumen, Wapu justru tidak dipungut PPN oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan BKP/JKP, melainkan justru memungutnya.
Perbedaan mekanisme terlihat pada pihak yang berkewajiban memungut dan melaporkan PPN. Jika terjadi kegiatan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PKP kepada pihak yang memiliki status Wajib Pungut, maka PPN akan dipungut olehnya dan tidak lagi dipungut PKP penjual.
Namun, PKP yang menyerahkan atau menjual BKP/JKP tetap wajib menerbitkan faktur pajak sebagai bukti transaksi dan pemungutan PPN.
Jenis-jenis Wapu
Dalam ketentuan, ada empat badan atau entitas yang masuk dalam kategori Wapu, antara lain:
- Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).
- Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
- Badan Usaha Tertentu.
Apabila PPN sudah dipungut oleh Wapu, maka PKP penjual tidak bisa mengkreditkan faktur pajak karena pemungutan telah menjadi tanggung jawab Wapu.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing Wapu, selaku konsumen yang memungut PPN.
1. Bendaharawan Pemerintah dan KPKN
Bendaharawan pemerintah merupakan pejabat yang melakukan pembelian atas BKP/JKP yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dasar hukum penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN sebagai Wapu adalah, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 563/KMK.03/2003. Bendahara Pemerintah yang bertindak sebagai pemungut PPN ini antara lain:
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan
- Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai bendahara
- Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
Namun, tidak semua PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PKP kepada bendahara pemerintah terkena Wapu. Mengutip www.online-pajak.com, pengecualian terkait Wapu ini diterapkan pada beberapa hal, yakni:
- Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1 juta dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
- Pembayaran untuk pembebasan tanah.
- Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bukan bahan bakar minyak oleh PT Pertamina.
- Pembayaran atas rekening telepon.
- Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
- Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan yang berlaku tidak dikenakan PPN.
2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
Dasar hukum penunjukan KKKS sebagai Wapu adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73/PMK.03/2010. Dalam ketentuan tersebut, KKKS yang ditunjuk sebagai Wapu antara lain, KKKS pengusahaan minyak dan gas bumi, dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.
PMK Nomor 73/PMK.03/2010 menyatakan PPN dan/atau PPnBM atas penyerahan BKP/JKP oleh rekanan kepada KKKS atau pemegang kuasa/pemegang izin, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin. Sementara, yang dimaksud sebagai rekanan dalam PMK tersebut adalah, PKP yang menyerahkan BKP/JKP kepada kontraktor maupun pemegang kuasa/pemegang izin.
Atas transaksi penyerahan BKP/JKP terhadap KKKS, PKP penjual perlu menerbitkan faktur pajak yang dilakukan pembuatannya ketika penyerahan BKP/JKP. Faktur pajak juga wajib dibuat saat penerimaan pembayaran, apabila pembayaran didapat terlebih dahulu sebelum penyerahan BKP/JKP. Kemudian, saat penerimaan pembayaran termin apabila penyerahan sebagian dari tahapan suatu pekerjaan.
3. Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara atau BUMN juga termasuk Wapu. Artinya, PPN dan/atau PPnBM terkait BKP/JKP yang diserahkan oleh PKP, wajib dipungut oleh BUMN selaku pembeli. Dasar hukum penunjukan BUMN sebagai Wapu adalah, PMK Nomor 8/PMK.03/2021.
BUMN yang masuk dalam kategori Wapu adalah, BUMN yang seluruh atau sebagian besar (51%) sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Ini tidak termasuk anak usaha BUMN atau usaha patungan (joint venture) yang dijalankan BUMN dan perusahaan swasta.
Status Wapu yang melekat pada BUMN bisa hilang. Ini terjadi ketika ada perubahan kepemilikan, yang menyebabkan kepemilikan pemerintah di bawah 51%, yang membuat suatu badan usaha tak lagi menyandang status BUMN. Sehingga, terhitung dari tanggal pernyataan perubahan kepemilikan, status Wapu tidak lagi disematkan pada badan usaha yang dimaksud.
Namun, meski telah mengalami perubahan kepemilikan yang menyebabkan status Wapu dicabut, badan usaha yang dimaksud tetap wajib menyetor dan melaporkan PPN dan/atau PPnBM yang telah dipungut pada saat masa pajak saat perubahan kepemilikan terjadi. Artinya, kewajiban sebagai Wapu tidak dijalankan terhitung pada masa pajak berikutnya.
4. Badan Usaha Tertentu
Menurut PMK Nomor 8/PMK.03/2021, badan usaha tertentu yang ditunjuk sebagai Wapu adalah, badan usaha yang dimiliki langsung oleh BUMN alias anak usaha BUMN.
Batas kepemilikan BUMN atas suatu badan usaha yang dimaksud ditetapkan minimal 25%. Ini tercantum dalam Pasal 3 Ayat (2) PMK Nomor 8/PMK.03/2021. Status Wapu dalam badan usaha tertentu ini akan dicabut, apabila tidak lagi dimiliki langsung oleh BUMN.
Saat ini terdapat 28 perusahaan berstatus anak usaha BUMN yang ditunjuk sebagai Wapu. Penunjukan 28 anak usaha BUMN tersebut tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 30/2021.
Adapun, 28 anak usaha BUMN yang ditetapkan sebagai Wapu antara lain, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, dan PT Telekomunikasi Selular.
Kemudian, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, dan PT Tambang Timah.
Lalu, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRisyariah Tbk, PT Bank BNI Syariah, PT Waskita Karya Realty, PT PP Properti Tbk, PT Wijaya Karya Realty Tbk, PT HK Realtindo, dan PT Adhi Commuter Properti.
Atas transaksi penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dengan KKKS, BUMN dan badan usaha tertentu, ada pengecualian di mana Wapu tidak memungut PPN. Pengecualian yang dimaksud antara lain:
- Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp l0 juta termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah.
- Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bukan bahan bakar minyak oleh PT Pertamina.
- Pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.
- Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
- Pembayaran lainnya untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, tidak dikenakan PPN dan/atau PPnBM.
Terkait transaksi yang dilakukan antar Wapu, maka kewajiban pemungutan PPN dilakukan oleh pihak yang menyerahkan BKP/JKP.
Misalnya, apabila KKKS membeli barang dari BUMN. Meski KKKS menyandang status Wapu, namun kewajiban pemungutan PPN ada pada BUMN sebagai pihak yang menjual barang.