Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan keresahannya terhadap aktivitas goreng-menggoreng saham yang memakan banyak korban. Dengan tegas, Jokowi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) membersihkan pasar modal dari para manipulator saham.
"Yang Rp 100 tadi dipoles-poles jadi Rp 1.000. Hati-hati. Bersihkan dan hentikan ini," kata Jokowi ketika membuka perdagangan saham di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (2/1).
Jokowi menyebut tindakan para manipulator saham merusak kepercayaan para investor di dalam maupun di luar negeri. Padahal, pemerintah terus berupaya menjaga kepercayaan para investor.
(Baca: Jokowi Minta OJK dan BEI Bersihkan Pasar Modal dari Manipulator Saham)
Salah satu perusahaan yang terjerat saham-saham gorengan adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Seperti dilansir Detikcom, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan, manajemen yang lama berinvestasi secara sembrono. Saham gorengan masuk ke dalam portofolio investasi perusahaan lantaran dinilai potensi keuntungannya besar. Namun, manajemen lupa memperhitungkan risiko saham gorengan yang tergolong tinggi.
Menurut hasil penyidikan Kejaksaan Agung, ada potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun akibat pengelolaan investasi Jiwasraya yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). Jaksa Agung S.T. Burhanuddin mengatakan, perseroan menempatkan 95% dari Rp 5,7 triliun aset keuangannya kepada saham-saham yang berkinerja buruk.
Aset keuangan yang ditempatkan ke reksa dana mencapai 59,1% atau senilai Rp 14,9 triliun. "Sebanyak 95% dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk," kata Burhanuddin, di Jakarta, Rabu (18/12).
Pengelolaan investasi yang salah membuat Jiwasraya kesulitan likuidas. Perusahaan juga tak mampu membayar klaim polis yang jatuh tempo periode Oktober-November 2019 senilai Rp 12,4 triliun.
(Baca: Patuhi Jokowi, Sri Mulyani Ungkap Faedah Membasmi Manipulator Saham)
Pengertian Saham Gorengan
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan saham gorengan? Saham gorengan adalah saham yang pergerakan harganya tidak mencerminkan fundamental perusahaan. Harga saham bisa tiba-tiba naik tinggi tetapi juga bisa turun drastis dalam waktu singkat.
Di bursa luar negeri, saham-saham gorengan kerap disebut sebagai penny stocks. Menurut definisi Investopedia.com, penny stocks adalah saham-saham perusahaan kecil yang biasanya ditransaksikan dengan harga di bawah US$ 5 per saham (di bawah Rp 70 ribu per saham). Saham-saham tersebut memiliki nilai kapitalisasi pasar yang kecil pula. Di Bursa New York, sebagian besar penny stocks ditransaksikan di pasar negosiasi (over the counter/OTC).
Kenaikan harga saham gorengan yang tinggi biasanya disebabkan adanya pihak-pihak tertentu yang mentransaksikan saham dengan tujuan mendapatkan keuntungan besar. Ada beberapa investor bermodal besar (biasa disebut bandar) yang bekerja sama untuk memperdagangkan saham hingga mencapai harga tertentu.
Investor pemula atau investor awam yang belum berpengalaman akan tergiur melihat kenaikan harga yang tinggi pada saham tersebut. Setelah banyak investor kecil masuk ke saham tersebut, sang pemodal besar akan merealisasikan keuntungan dengan menjual saham yang dimilikinya.
Akibatnya, harga saham anjlok karena didera tekanan jual. Di sinilah para investor awam disebut terjebak alias nyangkut di saham-saham gorengan. Mereka terlambat menjual sahamnya sehingga menghadapi potensi kerugian (potential loss). Jika mereka terpaksa menjual sahamnya untuk memangkas kerugian (cut loss), modal yang sudah diinvestasikan tak bakal kembali. Namun jika mereka menunggu harga saham kembali naik ke nilai investasi awal, butuh waktu yang sangat lama untuk mencapainya.
Itulah sebabnya saham-saham tersebut kerap dianalogikan sebagai saham gorengan. Enak di awal tetapi membahayakan kesehatan di kemudian hari. Layaknya gorengan yang menyebabkan kolesterol tinggi.
(Baca: Kementerian BUMN Soroti Investasi Jiwasraya di Saham Gorengan)
Cara Menghindari Saham Gorengan
Bagaimana cara menghindari saham gorengan? Ketika Anda memutuskan untuk berinvestasi pada saham sebuah perusahaan, kenali profil perusahaan dan bisnisnya. Pilih saham yang memang Anda tahu produk atau jasanya dan digunakan orang sehari-hari, misalnya perbankan, produsen mi instan, produsen barang-barang kebutuhan sehari-hari, dan sebagainya.
Baca laporan keuangan perusahaan beberapa tahun terakhir untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengelola bisnisnya. Perusahaan yang baik akan membukukan pendapatan dan laba bersih yang menunjukkan tren kenaikan atau mampu mengubah rugi menjadi laba. Periksa juga apakah perusahaan tersebut memiliki beban utang yang wajar. Jika perusahaan memiliki utang yang tinggi, Anda harus berhati-hati.
Anda juga harus rajin-rajin memantau pergerakan harga saham. Saat ini banyak perusahaan sekuritas yang memiliki aplikasi online trading. Dari aplikasi tersebut, pergerakan harga saham bisa dipantau secara real time. Ada beberapa aplikasi yang memiliki fitur automatic stop loss atau robo trading. Dengan memanfaatkan fitur tersebut, Anda bisa menentukan untuk membeli atau menjual saham ketika mencapai harga tertentu.
(Baca: OJK Bersiap Luncurkan Kebijakan Baru Terkait Pasar Modal Tahun Ini)