Pilpres 2019, Pasar Modal Kebal terhadap Dinamika Politik

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah) didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno (kedua kanan) dan sejumlah petinggi partai memberikan keterangan pers di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8) malam.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
10/8/2018, 16.17 WIB

Kontestasi politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dinilai tidak berdampak terhadap perdagangan di pasar modal.

Perbincangan terkait pemilihan presiden (pilpres) memanas terutama sepekan terakhir. Deklarasi pencalonan yang dilakukan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno tadi malam, (9/10), membuat politik menjadi buah bibir.

Analis Kresna Securities William Mahmudi berpendapat bahwa secercah titik terang soal kandidat capres-cawapres tidak berpengaruh besar terhadap pasar. Tapi, kepastian tentang siapa saja yang akan ‘bertarung’ tetap dibutuhkan pelaku pasar.

Sekalipun muncul sentimen pascadeklarasi Prabowo-Sandiaga diperkirakan hanya bertahan sampai hari ini atau paling lama awal pekan depan. “Ini bisa memberikan sentiman positif untuk jangka pendek,” ujarnya kepada Katadata, Jumat (10/8).

Analis Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe juga tak mendapati adanya imbas dinamika politik kepada pergerakan indeks saham. Hal ini karena pergerakan indeks lebih dipengaruhi fundamental ekonomi. "Saya tidak melihat sisi politik dari IHSG," katanya saat dihubungi Katadata secara terpisah.

Berdasarkan laman daring IDX diketahui bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan kemarin (9/8) berada di level 6.065,26, sedangkan pada hari ini (10/8) dibuka menguat pada 6.084,80.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi juga mengutarakan bahwa tak ada dampak memanasnya kontestasi politik terhadap indeks saham. “Masyarakat sudah mengerti indeks, mana hal yang mempengaruhi dan mana yang tidak,” tuturnya.

Inarno menjelaskan, kilas balik kepada Pilpres pada tahun-tahun sebelumnyapun tak didapati koreksi pada IHSG. Sebagai contoh, pada 2004 indeks di level 1.000,23 atau tumbuh 44,56% terhadap setahun sebelumnya yang hanya di level 691,90.

Selanjutnya pada 2009, IHSG tercatat menguat 86,98% ke level 2.534,36 setelah pada 2008 ada di level 1.355,41. Pada tahun politik 2014, indeks saham naik 22,29% menjadi 5.226,95 dari tahun sebelumnya 4.274,18.

Nah, khusus pada 2008 IHSG tercatat sempat merosot 50,64% menjadi 1.355,41 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Chart-nya hijau pada pemilu 2004, 2009, dan 2014. Merah di 2008 itu karena krisis finansial secara global," kata Inarno.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen, pergerakan IHSG pada tahun pilpres merupakan bentuk apresiasi pelaku pasar terhadap dinamika politik. "Untuk tren politik ke pasar modal, seharusnya pada 2019 tetap terjaga seperti pemilu sebelumnya," tutur dia.

Senada, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso berpendapat, berbagai respon terkait deklarasi si capres dan cawapres merupakan hal yang baik. Ini menandakan demokrasi di Indonesia hidup. Pelaku pasarpun akan mendukungnya.

"Kita adalah satu negara berkembang yang menerapkan pemilihan presiden secara langsung. Tidak banyak (yang melakukan pemilu langsung). Indonesia salah satunya," kata Wimboh.