Berkat Dana Asing, Prospek Saham dan Obligasi Membaik Tahun Ini

Arief Kamaludin|KATADATA
(Arief Kamaludin|KATADATA)
Penulis: Yura Syahrul
14/3/2016, 17.28 WIB

(Baca: Tembus Level Rp 12.000, Darmin: Rupiah Dekati Nilai Fundamental)

Hal itu akan berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia, salah satunya dari sisi mata uang rupiah. Destry menghitung, penurunan satu persen ekonomi Cina akan berdampak 0,34 persen terhadap Indonesia. “Rupiah akan tertahan penguatannya. Kalau mata uang emerging market melemah sedangkan rupiah terapresiasi sendiri, tentu akan kehilangan competitiveness-nya,” kata Destry, di tempat yang sama.

Di isisi lain, perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang masih lambat dapat mendorong penguatan rupiah dan mata uang negara-negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Pelaku pasar memperkirakan bank sentral AS (Federal Reserve / The Fed) hanya akan menaikan suku bunga acuan Fed rate sebanyak satu kali hingga dua kali menjadi maksimal 0,75 persen tahun ini.

Sedangkan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri juga melihat, yield SUN tenor 10 tahun saat ini lebih menarik dibandingkan obligasi ditawarkan AS. Dalam dolar AS, yield SUN yang diberikan oleh pemerintah mencapai 4,6 persen sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah AS hanya 1,9 persen.

 (Baca: Banjir Dana Asing ke SUN, Rupiah Akan Terus Menguat)

Dalam acara IMF bertema “Advancing Asia”, Chatib Basri mengatakan, komunikasi yang baik dari pemerintah akan menjaga dana asing yang masuk sehingga bertahan lebih lama di dalam negeri. Pasalnya, investor lebih membutuhkan kepastian. Kondisi serupa pernah dialami pada saat krisis 2008. Saat itu, bantuan dari pemerintah sangat dibutuhkan agar investor merasa yakin uangnya aman. “Cuma persoalannya itu biasanya politik,” ujar Chatib.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati