Geliat Ekonomi & Uang Kripto Bikin Transaksi Saham di Bursa Susut 11%

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Pekerja melihat telepon pintarnya dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
26/4/2021, 19.55 WIB

Selain adanya pengalihan strategi investasi ke sektor riil, Laksono menilai ada faktor kompetisi dengan mata uang digital alias cryptocurrency. Meski begitu, Laksono mengatakan hal ini baru kemungkinan karena belum ada data konkret terkait dengan perpindahan atau persaingan tersebut.

Namun, Laksono secara pribadi menyatakan kekhawatirannya terhadap kehadiran cryptocurrency atau biasa dikenal uang kripto tersebut. Ia khawatir karena investor ritel mulai menginvestasikan dananya ke uang kripto walau belum tahu secara pasti seberapa besar penetrasinya di Indonesia.

Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi mengatakan, uang kripto cukup berisiko untuk dijadikan instrumen investasi. Pasalnya mata uang digital ini tidak memiliki aset yang mendasarinya (underlying asset).

"Berbeda dengan saham yang jelas aset tetapnya. Kita beli kepemilikan atas perusahaan yang fisiknya ada," kata Wafi dalam Market Movers, podcast Katadata.co.id dan KBR episode 2, Senin (26/4).

Uang kripto dinilai hanya sebatas transaksi mata uang digital. Itu yang membuat uang kripto tidak masuk BEI tapi uang kripto masuknya bursa berjangka. Dengan tidak adanya underlying asset, membuat sifat dari investasi memiliki risiko yang tinggi.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin