Sandiaga Uno: AS Tapering Off, Emiten yang Rajin Bagi Dividen Diminati

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/wsj.
Sandiaga Uno saat menjalani tes kesehatan di RSPAD, Jakarta, Senin (13/8/2018).
Penulis: Desy Setyowati
28/8/2021, 13.40 WIB

Sandiaga Uno, salah satu pemegang saham Saratoga Investama Sedaya, memperkirakan bahwa investor di dunia akan beralih ke emiten yang rajin memberikan dividen. Ini jika bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, memulai tapering off atau pengurangan pembelian aset.

Tapering ini persoalan waktu,” kata menteri pariwisata dan ekonomi kreatif itu dalam webinar ‘Tantrum Phobia’, Sabtu (28/8).

Jika itu terjadi, maka aliran modal dari AS akan keluar dari negara yang pasarnya tengah berkembang alias emerging market, termasuk Indonesia. Dana ini akan kembali ke Negeri Paman Sam.

“Kalau begitu, saya pikir pasar di seluruh dunia akan mengalami moderasi dari segi valuasi dan bergerak ke sektor-sektor yang jauh lebih stabil. Sektor yang cash generating dan ada juga beralih kepada dividend stock,” ujar Sandiaga Uno.

Oleh karena itu, emiten yang rajin memberikan dividen kepada investor akan diminati. “Saham-saham yang membayarkan dividen karena cash flow itu dibutuhkan untuk portofolio manajemen dan sebagainya,” kata dia.

Meski begitu, ia optimistis bahwa Indonesia bisa menggali peluang dari tapering off di Amerika. “Bagi kita yang jeli membaca 'ruang', akan mampu mengambil peluang,” katanya.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan, The Fed akan melakukan tapering off paling cepat awal 2022. Namun Gubernur The Fed Jerome Powell menyampaikan bahwa pengurangan pembelian aset bisa dilakukan tahun ini.

Itu ia sampaikan dalam acara Jackson Hole, pertemuan tahunan antara pejabat bank sentral di AS, pemerintah, ekonom dan akademisi. Ini membahas berbagai isu ekonomi baik domestik maupun global.

Dalam kesempatan itu, Jerome Powell juga menjelaskan alasan The Fed tidak terburu-buru memperketat kebijakan moneter. Ia pun memerinci tentang mengapa ia menganggap lonjakan inflasi hanya sementara.

Namun ia tidak memberikan sinyal mengenai kapan bank sentral berencana tapering off. Ia mengindikasikan bahwa The Fed akan tetap berhati-hati dalam setiap keputusan akhir untuk menaikkan suku bunga.

Mengenai keputusan untuk mulai mengurangi US$ 120 miliar dalam pembelian bulanan obligasi pemerintah atau treasury AS dan sekuritas, Powell mengatakan dia setuju dengan sebagian besar rekannya. “Jika pertumbuhan (jumlah) pekerjaan berlanjut, itu (tapering off) bisa tepat tahun ini,” kata dia dikutip dari Reuters, Sabtu malam (28/8).

Meski begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengantisipasi tapering off. Tahun ini, seluruh instrumen kebijakan BI tetap bertujuan mendorong pemulihan ekonomi.

"Pada 2022, kebijakan moneter lebih untuk stabilitas, sementara empat lainnya tetap untuk mendorong pertumbuhan," kata Perry dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi, pada Juni (29/6).

Keempat kebijakan lain yang dimaksud yakni makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta UMKM dan eksyar.

Dari sisi kebijakan moneter, BI tetap akan menjaga stabilitas rupiah dari dampak tapering off The Fed melalui intervensi tiga lapis di pasar spot, DNDF, dan pembelian surat berharga negara di pasar sekunder.

Suku bunga akan tetap rendah dan longgar hingga muncul indikasi kenaikan inflasi permanen. "Perubahan kebijakan moneter kemungkinan baru pada awal 2022 dan dimulai dari pengurangan likuiditas sebelum kenaikan BI rate," kata Perry.

Ia mengatakan, BI akan turut memperkuat sinergi kebijakan di bidang moneter, fiskal, dan struktural dengan pemerintah. Selain itu, bekerja sama dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan di bidang makroprudensial dan mikroprudensial.

Penyumbang bahan: Nada Naurah (magang)