Saham Emiten Migas Kompak Melesat usai Penutupan Ladang Minyak Libya

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Ilustrasi. Saham emiten migas di BEI kompak melesat pada perdagangan Kamis ini setelah harga minyak acuan global naik pada Rabu waktu setempat di tengah eskalasi konflik Timur Tengah.
Penulis: Syahrizal Sidik
4/1/2024, 17.04 WIB

Saham emiten minyak dan gas di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak melaju di zona hijau pada perdagangan Kamis ini (4/1). Kenaikan itu terjadi saat harga minyak mentah dunia yang melonjak 3% di tengah meningkatnya kekhawatiran di Timur Tengah. 

Hingga penutupan perdagangan hari ini, saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), terpantau naik 2,61%. Saham emiten migas Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga terkerek 2,50%. PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) terpantau melesat 4,42%. 

Sementara itu, emiten migas lainnya seperti PT Elnusa Tbk (ELSA) terpantau ditutup naik 3,55%, saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) naik paling tajam 34,13%. Lalu, saham PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) juga melesat 28,64%. 

Harga minyak acuan global terkerek setelah terjadinya gangguan di ladang minyak utama Libya makin menambah kekhawatiran bahwa ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dapat mengganggu pasokan minyak global.

Harga minyak berjangka Brent naik US$2,36, atau 3,1%, menjadi US$78,25 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga naik US$2,32, atau 3,3%, menjadi US$72,70. Kedua patokan minyak tersebut ditutup lebih tinggi untuk pertama kalinya dalam lima hari dengan kenaikan persentase harian terbesar untuk WTI sejak pertengahan November.

"Minyak diperdagangkan lebih tinggi sepertinya didukung oleh protes di ladang minyak terbesar Libya dan serangan lebih lanjut di Laut Merah," kata Craig Erlam, analis pasar senior perusahaan data dan analitik OANDA, dikutip dari Reuters, Kamis (4/1). 

Harga minyak dunia kian tersulut setelah Israel meningkatkan serangan udara di Jalur Gaza setelah perangnya dengan kelompok Hamas Palestina yang didukung Iran meluas ke Lebanon.

Sementara itu, di Laut Merah, kelompok yang didukung Iran lainnya, Houthi di Yaman, terus menyerang kapal, memicu kekhawatiran bahwa konflik lebih luas di Timur Tengah bisa berkembang dan menutup jalur transportasi minyak penting seperti Laut Merah dan Teluk Persia.

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan kerja sama dan dialog dalam aliansi produsen minyak OPEC+ yang lebih luas akan terus berlanjut setelah Angola bulan lalu mengumumkan bahwa mereka akan keluar dari grup tersebut.

OPEC+, yang mencakup OPEC dan sekutu seperti Rusia, mengatakan mereka berencana untuk mengadakan pertemuan pada 1 Februari untuk meninjau implementasi pemotongan produksi minyak terbaru mereka.