AXA Mandiri Mengaku Bayar Klaim dan Manfaat Rp 6,3 T

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Seorang pria melintasi papan penyedia layanan asuransi di Jakarta, Senin (6/9/2021). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset industri asuransi nasional hingga akhir Juli 2021 mencapai Rp949,44 triliun atau meningkat 8,11 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
7/12/2021, 18.02 WIB

Para nasabah pemegang polis unit link mengeluhkan kerugian dari produk asuransi tersebut.  PT AXA Mandiri Financial Services mengklaim bertanggung jawab kepada seluruh pemegang polis dengan membayarkan klaim dan manfaat senilai Rp 6,3 triliun hingga akhir September 2021.

Meski begitu, masih ada sejumlah pemegang polis yang merasa dirugikan oleh asuransi tersebut. Direktur AXA Mandiri Uke Giri Utama menyatakan menghargai setiap aspirasi dan masukan konstruktif. Hal-hal tersebut menjadi bagian dari evaluasi, serta masukan yang berharga untuk pengembangan produk dan kualitas layanan.

Hal lain yang juga menjadi perhatian AXA Mandiri dengan terus memberikan edukasi kepada nasabah, yaitu manfaat utama dari suatu produk asuransi adalah memberikan perlindungan jiwa bagi tertanggung.

"Sementara itu, pengembangan investasi menjadi manfaat tambahan mengikuti dinamika yang terjadi di pasar modal maupun instrumen investasi lainnya," kata Uke kepada Katadata.co.id, Selasa (7/12).

AXA Mandiri mengaku, seluruh tenaga pemasar sudah mengantongi lisensi keagenan (sertifikasi) yang diterbitkan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). Selain itu, perusahaan juga menerapkan berbagai macam metode pengawasan, seperti mystery shopping untuk meninjau kepatuhan tenaga pemasar dalam melakukan penjualan suatu produk asuransi.

"Cara ini merupakan salah satu bentuk monitor dan kontrol yang kami terapkan untuk meningkatkan kualitas mereka," kata Uke.

Langkah lain, untuk memastikan agar nasabah AXA Mandiri membeli produk yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perlindungan asuransi, manajemen mewajibkan nasabah untuk melakukan penilaian kesesuaian produk asuransi dan mengisi formulir profil risiko investasi.

Nasabah juga diberikan waktu selama 14 hari kalender setelah mendapatkan polis asuransi untuk dapat mempelajari isi dari polis asuransi tersebut. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian antara isi polis dan penjelasan dari tenaga pemasar, maka nasabah dapat membatalkan polisnya tersebut.

"Kami juga menerapkan layanan welcome call kepada seluruh nasabah kami, untuk memastikan bahwa produk yang mereka beli telah sesuai dengan kebutuhan perlindungan mereka," kata Uke.

Salah satu korban yang mengaku dirugikan oleh AXA Mandiri adalah Agus Gunawan melalui produk unit link. Agus menceritakan pengalamannya di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi XI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rapat yang digelar, Senin (6/12).

Agus bercerita, awalnya tergiur dengan konsep yang ditawarkan oleh produk unit link, di mana ada investasi yang terus berkembang, sambil memiliki asuransi kesehatan dan jiwa. "Betapa dahsyatnya kata-kata itu sehingga saya tertarik beli polis tersebut," katanya.

Pada tahun pertama hingga ketiga, Agus diminta untuk terus berinvestasi dan ia mengaku tidak pernah menunda. Namun, pada tahun keenam, nilai polisnya mulai turun. Akhirnya, pada tahun kesepuluh, sebelum akhirnya memutuskan untuk tutup polis, nilainya menyusut 80 % atau setara Rp 180 juta.

Agus mengatakan, pernah mendapatkan penjelasan dari manajer investasi AXA Mandiri yang mengatakan penurunan itu sejalan dengan kinerja harga saham di pasar modal. Menurutnya, saat membuka polis, indeks harga saham gabungan (IHSG) ada di level 2.900. Sementara, saat hendak tutup polis, IHSG di level 6.000.

"Itu kan tidak mencerminkan harga saham turun. Lagi pula kalau harga saham turun dalam 10 tahun, apa itu tidak suspensi penjualnya oleh Bursa Efek Indonesia?" katanya.

Menurutnya, konsep produk asuransi unit link tersebut sangat merugikan nasabah. Selain itu, tidak ada negara lain yang menerapkan konsep unit link. "Konsep unit link ini sangat biadab. Saya ingin minta ke OJK, tolong dihapuskan saja itu unit link, tidak ada di negara lain konsep ini," katanya.

OJK mencatat terdapat 139 perusahaan asuransi yang mendapat izin pada 2020. Jumlah tersebut menurun drastis selama lima tahun terakhir. Pada 2019 dan 2018 jumlahnya sebanyak 151 perusahaan. Lalu pada 2017 mencapai 152 perusahaan. Sedangkan, pada 2016 sebanyak 146 perusahaan.