Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil berharap Omnibus Law mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 6%. Ia memperkirakan, aturan tersebut setidaknya berkontribusi 1% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kalau kontribusi Omnibus Law 1%, (pertumbuhan ekonomi) 6% sudah di tangan,” kata Sofyan di Jakarta, Kamis (19/20). Meski begitu, ia memahami ada faktor global yang perlu diantisipasi.
Menurut dia, ada 82 Undang-undang (UU) dan 1.100 pasal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi selama ini. Karena itu, pemerintah perlu melakukan reformasi dengan skema Omnibus Law.
Selama ini, beberapa pelaku usaha mengeluh terkait perizinan yang lama. (Baca: Omnibus Law Diperkirakan Berdampak ke Penerimaan Pajak pada 2021)
Salah satunya, pengembang properti mengeluhkan proses mengajukan izin lokasi dan tata ruang yang lebih lama ketimbang membangun. Sebagai contoh, proses izin pendirian hotel butuh waktu dua tahun, padahal membangunnya hanya setahun.
Karena itu, pemerintah menilai Omnibus Law sangat dibutuhkan. Ia juga optimistis, investor asing akan mulai melirik investasi di Indonesia dengan adanya aturan tersebut.
“Jadi, semoga 2021 ekonomi kita lebih baik," ujar Sofyan. (Baca: Lewat Omnibus Law, Pembentukan Perusahaan & Izin UMKM Bakal Dipermudah)
UU Omnibus Law terbagi menjadi dua, yaitu UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan UU Omnibus Law Perpajakan.
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terbagi dalam 11 klaster. Di antaranya penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, emberdayaan, dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta kemudahan berusaha.
Selain itu, memuat tentang dukungan iset dan iovasi, administrasi pemerintahan, dan pengenaan sanksi. Lalu, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.
Melaui aturan tersebut, pemerintah memudahkan pembuatan Perusahaan Terbatas (PT) dan izin UMKM. Nantinya, izin pembuatan PT tidak dibatasi dengan modal minimum tertentu. Untuk izin UMKM, pengusaha hanya perlu mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Sedangkan, RUU Omnibus Law Perpajakan mencakup enam pilar. Di antaranya pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dan fasilitas.
(Baca: Ditopang Konsumsi, Bank Mandiri Prediksi Ekonomi 2019 Tumbuh 5,14%)
Dalam aturan ini, pemerintah pusat menginginkan wewenang untuk menetapkan tarif pajak di daerah. Pemerintah juga akan menurunkan tarif pajak penghasilan atau PPh badan secara bertahap dari 25% menjadi 20% pada 2023.
Lalu, wajib pajak yang memperoleh penghasilan dividen luar negeri akan bebas pajak selama dividennya diinvestasikan kembali di Indonesia.
Selain itu, Kementerian Keuangan akan mengatur ulang sanksi pajak dan bunganya guna meningkatkan kepatuhan. Saat ini, sanksi bunga atas kurang bayar dan keterlambatan pajak sebesar 2% per bulan.
(Baca: Faisal Basri Nilai Omnibus Law Lemahkan Posisi Buruh dan Pemda)