Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan pajak hanya akan mencapai Rp 1.350,93 triliun, atau 94,86% dari target yang sebesar Rp 1.424 triliun. Meski begitu, penerimaan negara diyakini bakal menembus target lantaran terdongkrak oleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yaitu pendapatan minyak dan gas (migas) yang diproyeksi mencapai Rp 144,33 triliun atau 179,6% dari target.
Secara keseluruhan, penerimaan negara diproyeksi mencapai Rp 1.903,03 triliun atau 100,4% dari target yang sebesar Rp 1.894,72 triliun. Penerimaan tersebut terutama berasal dari pendapatan perpajakan (pajak dan bea cukai) yang diramal mencapai Rp 1.548,49 triliun atau 95,7% dari target yang sebesar Rp 1.618,20 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak diramal Rp 1.350,93 triliun.
Menurut Kementerian Keuangan, penerimaan dari beberapa jenis pajak berpeluang menembus target, yaitu pajak penghasilan (PPh) migas 145,3% dari target, pajak pertambahan nilai (PPN) 104,2% dari target, dan pajak bumi dan bangunan (PBB) 100,4% dari target. Sedangkan yang kemungkinan di bawah target yaitu PPh nonmigas 86,4%, dan pajak lainnya 78,6%.
(Baca juga: Penerimaan Negara Tembus Rp 830 T, Sri Mulyani Ramal Target Terlampaui)
Di sisi lain, PNBP diramal mencapai Rp 349,16 triliun atau 126,8% dari target yang sebesar Rp 275,43 triliun. Penyebab utamanya yaitu pendapatan migas yang diprediksi mencapai Rp 144,33 triliun atau 179,6% dari target. Rinciannya, pendapatan minyak 192,4% dari target dan pendapatan gas 143,1% dari target.
PNBP lainnya juga diramal menembus target. Sementara itu, penerimaan hibah diprediksi melambung jauh dari target meskipun nominalnya terbilang kecil. Nominalnya kemungkinan bakal mencapai Rp 5,38 triliun, atau 449,8% dari target.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyinggung soal penerimaan negara yang bakal menembus target imbas terdongkraknya PNBP. Hal itu seiring dengan harga minyak dunia yang melonjak dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). “Kami lihat (realisasi penerimaan) akan 100% atau ada Rp 8 triliun lebih tinggi yang berasal dari kombinasi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan pajak," kata dia, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan simulasi Kementerian Keuangan, penguatan dolar AS dan kenaikan harga minyak memang bakal banyak mendongkrak penerimaan negara. Bahkan, semestinya dampaknya ke penerimaan negara bisa lebih besar dibandingkan ke beban belanja negara, termasuk untuk subsidi energi.
(Baca juga: Badan Energi Internasional Peringatkan Bahaya Subsidi BBM ke APBN)
Setiap rupiah melemah sebesar Rp 100 per dolar AS, pendapatan negara naik antara Rp 3,8-5,1 triliun. Di sisi lain belanja negara membengkak Rp 2,2-3,4 triliun. Sementara itu, setiap kenaikan harga minyak Indonesia sebesar US$ 1 per barel, pendapatan naik Rp 3,4-3,9 triliun, sedangkan belanja negara membengkak Rp 2,4-3,7 triliun.
Meskipun penerimaan negara diprediksi menembus target, belanja negara kemungkinan tidak akan 100%. Proyeksi pemerintah belanja negara Rp 2.217,25 triliun atau 99,8% dari target yang sebesar Rp 2.220,66 triliun.
Dengan demikian, defisit anggaran diprediksi Rp 314,23 triliun atau 2,12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau lebih rendah dari target awal yaitu Rp 325,94 triliun atau 2,19% terhadap PDB. Begitu juga dengan defisit keseimbangan primer diprediksi hanya akan mencapai Rp 64,82 triliun, lebih kecil dari target awal Rp 87,33 triliun.