Kementerian Keuangan menyatakan belum berencana mencari utang 2018 lebih awal (ijon) untuk menambal defisit anggaran tahun ini. Alasannya, defisit anggaran tahun ini diperkirakan masih sesuai target tahun ini.
Data Kemenkeu mencatat defisit anggaran per Oktober 2017 baru mencapai 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara target pemerintah, defisit anggaran tahun ini dipatok tidak lebih dari 2,67 persen terhadap PDB.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Kemenkeu Risiko Robert Pakpahan mengatakan defisit anggaran tahun ini diproyeksikan masih sesuai sebesar Rp 362,9 triliun. Proyeksi ini lebih rendah dibanding yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 397,24 triliun.
Oleh karena itu, menurut dia tidak ada hal mendesak untuk mengambil utang lebih awal atau pre-funding untuk belanja di awal 2018. Apalagi, Sisa Anggaran Lebih (SAL) sudah mencapai Rp 72 triliun saat ini. (Baca: Pemerintah Jaga Belanja Negara, Defisit Anggaran Baru 2,2% Per Oktober)
"Buat apa ijon (pre funding)? Outlook defisit kan kami yakin bisa di-maintain di 2,67 persen," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu (15/11).
Dia menjelaskan pemerintah telah menyiapkan strategi utang yang akan dilakukan ke depannya. Strateginya adalah dengan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing (valas) campuran, yakni dolar Amerika Serikat (AS), Euro, dan Yen Jepang. Namun, surat utang berdenominasi rupiah masih akan tetap mayoritas.
Dengan strategi ini, pemerintah mengupayakan utang jangka pendek yang jatuh tempo pembayaran, menjadi lebih sedikit.
Dalam sisa waktu kurang dari dua bulan di tahun ini, Robert mengaku masih ada satu lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Rencananya, lelang akan dilakukan pekan depan. "Dengan defisit 2,67 persen kelihatannya tidak ada lelang lagi. Kan masih ada lelang sukuk satu, minggu depan," ujarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh Katadata, defisit anggaran per Oktober 2017 sebesar Rp 298,9 triliun atau 2,2 persen dari PDB. Ini terjadi karena belanja negara yang baru mencapai Rp 1.537,1 triliun atau 72,1 persen dari target Rp 2.133,3 triliun. Sedangkan penerimaan negara sebesar Rp 1.238,2 triliun atau 71,3 persen dari target Rp 1.736,1 triliun.
Dengan defisit anggaran yang dinilai masih rendah, dari sisi pembiayaan justru sudah mencapai Rp 382,5 triliun. Pembiayaan itu terdiri atas pembiayaan utang Rp 383,4 triliun, investasi minus Rp 3,5 triliun, pinjaman Rp 2,2 triliun, kewajiban penjaminan Rp 0, dan pembiayaan lainnya Rp 300 miliar.
"Biasanya begitu (pembiayaan sudah lebih tinggi dibanding defisit anggaran), supaya ada uang yang stand by untuk belanja bulan berikutnya," ujar Direktur Strategis dan Portofolio Utang DJPPR Scenaider Clasein H. Siahaan kepada Katadata.
(Baca: Proyeksi Ekonomi 2018 Dinilai Ketinggian, Penerimaan Bisa Meleset)