Genjot Infrastruktur, DPR Soroti Minimnya Anggaran Pendidikan 2017

Agung Samosir | Katadata
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
18/7/2016, 16.52 WIB

Pemerintah masih menitikberatkan belanja infrastruktur tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Namun,

Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti masih minimnya alokasi dana pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017.

Anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrat Wayan Koster mencatat, anggaran pendidikan terus menurun sepanjang dua tahun terakhir. Dalam draf RAPBN 2017 yang diajukan pemerintah, anggaran pendidikan juga menurun hampir Rp 10 triliun dibandingkan tahun ini yang sebesar Rp 49 triliun.

Padahal, sudah diatur dalam undang-undang bahwa pemerintah wajib mengalokasikan 20 persen dari dana APBN untuk pendidikan. Sedangkan dalam RAPBN 2017, ada dana transfer daerah dan kementerian di luar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dimasukkan dalam anggaran pendidikan.

“Menurut saya ada penurunan komitmen pemerintah, terutama (dana) pendidikan yang terlihat selama dua tahun terakhir ini,” kata Wayan saat Rapat Kerja (Raker) dengan pemerintah di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (18/7).

(Baca: Terdongkrak Tax Amnesty, BI Ramal Ekonomi 2017 Tumbuh 5,5 Persen)

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, anggaran pendidikan selalu meningkat setiap tahun. Tetapi, dia mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat melainkan juga pemerintah daerah.

Apalagi, tranfer daerah dan dana desa sudah melebihi anggaran belanja Kementerian dan Lembaga (K/L). Jadi, semestinya ada perhatian lebih dari pemerintah daerah (pemda) terhadap pendidikan.

“Secara total anggaran pendidikan naik. Tapi yang melaksanakan tidak harus pemerintah pusat. Fungsinya sudah di pemda, jadi uangnya di pemda melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan yang lainnya,” kata Askolani.

(Baca: Pajak Seret, Defisit Anggaran Naik Rp 42,7 Triliun dalam Sebulan)

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Banggar dari PDI Perjuangan Ismayatun menilai anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) tidak efektif. Namun, Askolani menegaskan, pemerintah menilai program ini jauh lebih efektif mengurangi kemiskinan dibandingkan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Bahkan, menurut dia, program ini lebih konsisten mendukung pengurangan angka kemiskinan. Karena itulah, dia memastikan bahwa pemerintah akan berupaya mempertahankan program ini. “Minimal (anggaran PKH) kami jaga sama (dari tahun lalu).”

Di sisi lain, Anggota Banggar dari Golkar Hetifah Sjaifudian memberi catatan terhadap rencana pemerintah mengurangi jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Di fungsi pelayanan publik dan aparatur, (penguragan PNS) tetap memperhatikan kesehatan dan pedidikan,” kata dia. Contohnya, memperhatikan daerah-daerah yang membutuhkan tambahan PNS, seperti di Provinsi Kalimantan Tenggara.

(Baca: Defisit Diperkecil, Pemerintah Yakin Ekonomi Tumbuh 5,2 Persen)

Menurut Askolani, pemerintah akan mempertahankan jumlah PNS saat ini atau dalam artian tidak ada peningkatan. Namun, dia memastikan bahwa pemerintah akan memperhatikan kebutuhan pegawai untuk pendidikan dan kesehatan.

Hal ini selaras dengan rencana Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPan-RB) Yuddy Chrisnandi yang ingin merasionalisasi satu juta PNS menjadi 3,5 juta. Tapi, Askolani menyatakan, pemerintah belum tahu jumlah penghematan anggaran dari kebijakan tersebut. “Kami masih menunggu proposal dari KemenPan-RB bagaimana jadwal waktunya.”