Menteri Bambang: Tax Amnesty Tak Jelas, Penerimaan Terganggu

Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro saat acara peresmian Pusat Logistik Berikat di Cakung, Jakarta, Kamis, (10/03).
Penulis: Desy Setyowati
10/5/2016, 16.24 WIB

Berbekal data tersebut, kata Bambang, dia berharap tiga hingga empat pasal yang masih jadi hambatan di DPR bisa terselesaikan. Jumat dua pekan lalu, Dewan gagal menyelesaikan pembahasan RUU Tax Amnesty pada masa sidang IV tahun 2015-2016. (Baca: Gagal Selesai Bulan Ini, RUU Tax Amnesty Terhambat Empat Pasal).

Misalnya, Komisi Keuangan mempersoalkan besaran tarif tebusan yang harus dibayar peserta pengampunan pajak. Persoalan ini telah didiskusikan dengan sejumlah pakar, pengusaha, hingga penegak hukum. Dalam draf RUU Tax Amnesty, tarif tebusan ditetapkan 1, 2, dan 3 persen bagi peserta yang menempatkan dananya di dalam negeri. Kemudian 2, 4, dan 6 persen bagi yang hanya mendeklarasikan asetnya di luar negeri.

Pemerintah memang sangat berkepentingan dengan tax amnesty untuk menggenjot penerimaan dalam jangka pendek. Apalagi, belanja pemerintah sudah mencapai 28 persen dari target Rp 2.095,7 triliun. Nilainya mencapai Rp 586,8 triliun per 8 Mei kemarin. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 498,7 triliun. Artinya, defisit anggaran sudah mencapai Rp 167,62 triliun, setara 1,32 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah berkomitmen menjaga defisit anggaran tidak lebih dari 2,5 persen untuk memberi ruang bagi defisit anggaran daerah. Untuk mengantisipasi kemungkinan melebarnya selisih antara target dan realisasi (shortfall) pajak, pemerintah akan memotong belanja modal yang bukan prioritas.

“Belanja modal sedapat mungkin tidak kami sentuh. Tapi ada belanja modal yang bukan prioritas kami potong. Realistis saja. Belanja infrastruktur tetap kami genjot, sekarang ada efisiensi di belanja operasional,” kata Suhasil. (Lihat pula: Panama Papers dan Perburuan Dana Gelap ke Penjuru Dunia).

Halaman: