Di tengah situsai seperti itu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan pertama pada awal September lalu. Isinya, membahas tiga hal besar, yakni meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek-proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti. Darmin kemudian menilai kebijakan ini terlalu banyak sehingga sulit dipahami masyarakat.
Dalam paket selanjutnya, fokus pemerintah pada kesejahteraan pekerja, yakni menyangkut formula upah minimum provinsi, memperluas penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus bagi pekerja yang terkena PHK, dan pemberian kredit modal kerja untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). (Baca pula: Paket Kebijakan Jokowi Jilid II Dinilai Lebih Fokus).
Semua upaya tersebut diharapkan dapat memulihkan ekonomi dan pertumbuhan tahun depan di atas 5 persen. Agar target tersebut tercapai, Bank Dunia menyarankan pemerintah tak lengah atas sejumlah faktor berikut ini.
Pertama, gejolak ekonomi global yang berpengaruh terhadap harga komoditas. Kedua, investasi pemerintah harus ditingkatkan untuk mendorong daya beli masyarakat. Lalu, risiko gejolak pasar global, terutama ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed Rate) dan perlambatan ekonomi Cina. Terakhir, tekanan terhadap rupiah yang membuat daya beli masyarakat menurun.