KATADATA - Hari Jumat ini (30/10), rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menentukan nasib Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Meski semua asumsi makro sudah disepakati pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, mayoritas fraksi masih mempersoalkan pengeluaran untuk Penyertaan Modal Negara (BUMN). Faktor politik juga bisa mempengaruhi pengesahan atau penolakan DPR terhadap rancangan anggaran tahun depan Presiden Joko Widodo itu.
Berdasarkan pendapat akhir mini fraksi dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR dan pemerintah hingga Kamis tengah malam, cuma fraksi Gerindra yang menolak RAPBN 2015. Alasannya, porsi PMN untuk badan usaha milik negara (BUMN) terlalu besar dan lebih baik dialihkan untuk pembangunan di desa. Berkaca dari realisasi 2015, penyerapan PMN baru 40,43 persen atau Rp 17,5 triliun dari pagu Rp 43,27 triliun.
Karena itu, Gerindra menilai anggaran PMN tahun depan juga akan bernasib serupa. Anggota Banggar Fraksi Gerindra Wilgo Zainar mengatakan, partainya meminta agar dana PMN dialihkan untuk merealisasikan target pemberian dana desa senilai Rp 1,4 miliar per desa, menanggulangi bencana kabut asap dan meningkatkan infrastruktur hutan. Selain itu, Gerindra menyoroti target penerimaan pajak sebesar Rp 1.546,6 triliun tahun 2016 atau 15 persen lebih tinggi dari target tahun ini. “Itu tidak realistis,” kata Wilgo saat menyampaikan pandangan fraksinya di Gedung DPR, Jumat pagi (30/10).
Meski cuma Gerindra yang menolak RAPBN 2016, mayoritas fraksi juga menyoroti PMN BUMN tahun 2016 senilai Rp 40,42 triliun yang terlalu besar. Fraksi Golkar misalnya,meminta pemerintah mengalihkan PMN untuk program yang pro-rakyat, seperti dana desa. Selain itu, meminta target penerimaan pajak yang lebih realistis. “Kalau itu diikuti, baru Golkar menyetujui RABN untuk disahkan menjadi undang-undang,” ujar Afirmandez, anggota Banggar dari Fraksi Golkar.
PMN BUMN juga dipersoalkan oleh Fraksi PKS, Fraksi Demokrat, Fraksi PDI Perjuangan, PAN, dan Fraksi Hanura. Mengacu pada beragamnya pandangan fraksi-fraksi itu, Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit memperkirakan pengesahan RAPBN 2016 dalam sidang paripurna DPR hari ini akan berjalan alot. Bahkan, tidak menutup kemungkinan mekanisme voting dalam pengambilan keputusan.
Pasalnya, sulit menanggapi permintaan fraksi yang menolak dan memberikan catatan tersebut. “Saya tidak mengerti bagaimana cara menganulir (permintaan Fraksi Gerindra) itu. Ini kan dibatasi waktu sampai pukul 00.00 WIB. Kalau lewat satu menit saja, artinya (anggaran tahun 2016) menggunakan APBN Perubahan 2015,” kata Ahmadi.
Menanggapi pandangan Fraksi Gerindra, Golar dan PKS itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, sekalipun PMN tidak disetujui namun dana tersebut tidak bisa dialihkan sebagai belanja negara. Sebab, itu akan membuat defisit anggaran melebar atau bertambah 0,3 persen.
Terkait dana desa, dia menyatakan, hingga saat ini sudah ada beberapa daerah yang mendapatkan anggaran lebih dari Rp 1 miliar per desa. Ia pun menepis kekhawatiran bahwa dana yang diterima desa bakal mengecil. Pasalnya, desa tak hanya mendapat dana dari APBN, tetapi juga dari APBD dan pajak daerah.
Secara umum, Bambang menilai, APBN 2016 sudah lebih realistis dibandingkan anggaran negara tahun ini. “Pemerintah sudah lebih paham kondisi ekonomi global dan domestiknya, sekaligus memahami kendala-kendala yang ada,” katanya.
Berikut ini asumsi makro dan postur RAPBN 2016 yang sudah melalui pembahasan di Banggar DPR.
- Produk Domestik Bruto Rp 12.704,86 triliun, lebih rendah dari rancangan yang dismapaikan pemerintah pada 16 Agustus 2015 yang sebesar Rp 12.765,39 triliun.
- Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, lebih rendah dari usulan awal pemerintah sebesar 5,5 persen.
- Inflasi 4,7 persen (tidka berubah dari usulan pemerintah).
- Harga minyak Indonesia (ICP) US$ 50 per barel (usulan awal US$ 60).
- Lifting minyak rata-rata 830 ribu barel per hari (tetap).
- Nilai tukar rupiah Rp 13.900 per dollar Amerika Serikat (usulan awal Rp 13.400 per dollar AS).
- Pendapatan negara Rp 1.822,5 triliun, turun dari usulan awal pemerintah sebesar Rp 1.848,1 triliun.
- Pendapatan bersumber dari penerimaan pajak Rp 1.546,7 triliun (turun dari usulan awal pemerintah Rp 1.565,8 triliun).
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 273,85 triliun (usulan awal Rp 280,29 triliun).
- Belanja negara Rp 2.095,72 triliun, turun dari usulan awal Rp 2.121 triliun.
- Belanja pemerintah pusat Rp 1.325 triliun (usulan awal Rp 1.339 triliun).
- Transfer daerah serta dana desa Rp 770,2 triliun (turun dari usulan awal pemerintah Rp 782,2 triliun).
- Alhasil, defisit anggaran sebesar 2,15 persen dari PDB (usulan awal 2,14 persen). Namun, secara nominal, nilai defisit anggaran tetap Rp 273,18 triliun.