Anggaran Penanganan Corona Melonjak, Utang Pemerintah Jadi Rp 5.258 T

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.
Ilustrasi, karyawan menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (18/3/2020).
17/6/2020, 15.12 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp 5.258,57 triliun per Mei. Nilainya meningkat, karena kebutuhan pembiayaan akibat pandemi corona melonjak.

"Untuk mendukung kebijakan penanganan pandemi Covid-19, pemerintah menutupi kekurangan penerimaan negara melalui pembiayaan," demikian tertulis dalam APBN KiTa edisi Juni 2020, dikutip Katadata.co.id, Rabu (17/6).

Peningkatan itu sejalan dengan anggaran penanganan pandemi virus corona yang bertambah Rp 677,2 triliun, menjadi Rp 695,2 triliun. Ini karena adanya kebutuhan untuk membantu korporasi, UMKM dan perlindungan sosial memasuki fase normal baru (new normal).

Utang pemerintah masih didominasi Surat berharga Negara (SBN), yang porsinya 84,49%. Sedangkan porsi pinjaman hanya 15,51%.

(Baca: Sri Mulyani Ungkap Biaya Penanganan Covid-19 Membengkak jadi Rp 695 T)

Total utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai Rp 4.442,9 triliun. Ini terdiri dari SBN domestik Rp 3.428,23 triliun dan valuta asing (valas) Rp 1.194,67 triliun.

SBN domestik dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp 2.650,69 triliun. Sedangkan yang berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp 597,54 triliun.

Kemudian, SBN valas dalam bentuk SUN tercatat Rp 970,73 triliun dan SBSN Rp 223,94 triliun. (Baca: Pemerintah Patok Defisit Fiskal 2021 Maksimal 4,17% Terhadap PDB)

Utang dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 815,66 triliun. Ini terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp 9,94 triliun dan luar negeri Rp 805,72 triliun.

Pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp 316,68 triliun, multilateral Rp 446,69 triliun, dan bank komersial Rp 42,35 triliun.

Sekadar informasi, pemerintah menarik pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) dengan skema khusus countercyclical support facility pada Mei lalu. Pinjaman ini merupakan bantuan pembiayaan untuk merealisasikan kebijakan pemerintah yang diakui oleh ADB. Ini khususnya digunakan untuk membantu masyarakat miskin, yang rentan, dan perempuan.

(Baca: Pajak Seret Akibat Corona, Defisit APBN Bengkak jadi Rp 179,6 T)

Pemerintah juga tengah menjajaki tambahan pembiayaan dari beberapa lembaga seperti Islamic Development Bank (IDB), Bank Pembangunan Jerman (KfW), dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Seluruhnya masih dalam proses negosiasi.

Selain itu, pemerintah mengupayakan tambahan pembiayaan dengan meningkatkan porsi penerbitan SBN. Caranya, baik melalui lelang reguler, lelang tambahan alias green shoe option, private placement, SBN berdenominasi valas, dan SBN Ritel.

Opsi paling terakhir yakni dukungan Bank Indonesia (BI) sebagai the last resort dalam hal mekanisme pasar, belum mampu memenuhi target pembiayaan. (Baca: Sri Mulyani Ramal Ekonomi Kuartal II Minus 3%, Apakah RI akan Resesi?)

Meski begitu, pemerintah berupaya mengelola utang dengan prudensial dan akuntabel. Ini demi mendukung APBN yang kredibel, utamanya di tengah kejadian extraordinary pandemi Covid-19.

Reporter: Agatha Olivia Victoria