Ekspor-Impor Melesat, Neraca Dagang November RI Surplus US$ 2,6 Miliar

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Ilustrasi. Neraca perdagangan pada November surplus US$ 2,61 miliar.
15/12/2020, 12.00 WIB

Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan pada November surplus US$ 2,61 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan lalu sebesar US$ 3,6 miliar. Meski demikian, kinerja impor dan ekspor jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya. 

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan ekspor pada November mencapai US$ 15,28 miliar, tumbuh 6,36% dibandingkan bulan sebelumnya atau 9,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan impor mencapai US$ 12,66 miliar, meningkat 17,44% dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi masih anjlok 17,46% dibandingkan November 2019. 

"Neraca perdagangan pada November 2020 surplus US$ 2,61 miliar. Surplus ini menggembirakan karena ada kenaikan ekspor, sementara impor juga meningkat secara bulanan," ujar Suhariyanto dalam Pengumuman Ekspor Impor November 2020, Selasa (14/12). 

Suhariyanto menjelaskan, kenaikan ekspor didorong oleh peningkatan permintaan dan kenaikan harga komoditas. Ekspor migas tercatat US$ 0,76 miliar, melesat 24,26% dibandingkan bulan lalu, tetapi masih anjlok 26,27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$ 14,61 miliar, naik 5,56% dibandingkan bulan lalu atau 12,41% dibandingkan November 2019. 

"Beberapa komoditas yang ekspornya meningkat cukup tajam di antaranya adalah lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar dan mineral, besi dan baja biji teratai dengan logam, serta  mesin dan peralatan dari mesin," kata dia. 

Seluruh sektor, menurut Suhariyanto, berkontribusi positif pada ekspor bulan lalu. Ekspor sektor pertanian tumbuh 6,33% dibandingkan bulan lalu atau 33,33% dibandingkan November 2019 menjadi US$ 0,45 miliar. Ekspor industri pengolahan juga meningkat secara bulanan mencapai IS 12,2 miliar, naik 2,95% secara bulanan atau 14,47% secara tahunan.

"Ekspor hasil pertambangan juga naik 25,08% secara bulanan menjadi US$ 1,95 miliar, diperbesar adalah batu bara, bijih tembagam dan bijih logam lainnya. Sementara kalau  bandingkan dengan tahun lalu, ekspor pertambangan ini masih negatif 2,05%," katanya. 

Sementara itu, kenaikan impor pada November didorong oleh impor nonmigas yang mencapai US$ 9,71 miliar, melesat 19,27% dibandingkan bulan lalu meski masih turun 12,33% dibandingkan November 2019.  Adapun impor migas hanya naik 0,59% dibandingkan Oktober atau turun 49,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 12,66 miliar.

"Kenaikan impor nonmigas terutama didorong oleh belanja barang modal. Ini sangat menggembirakan," katanya. 

Impor barang modal pada November mencapai US$ 2,43 miliar, tumbuh 31% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi masih turun 2,85% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor barang konsumsi US$ 1,35 miliar, naik 25,52% secara bulanan tetapi masih anjlok 22,02% dibandingkan November 2019. Sementara impor bahan baku/penolong bertambah 13,02% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi turun 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Barang modal yang kita impor sebagian besar berupa mesin-mesin impor dari Tiongkok, selain itu ada x-ray for medical yang merupakan impor dari AS," katanya. 

Berdasarkan kode HS dua digit, kenaikan impor  didorong oleh kelompok barang mesin dan perlengkapan, logam mulia, serta mesin dan peralatan mekanis. Sementara penurunan terjadi pada kelompok barang gula dan kembang gula, bahan bakar mineral, dan buah-buahan. 

Secara kumulatif, total impor sepanjang Januari-November 2020 mencapai US$ 127,13 miliar, masih anjlok 18,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara ekspor secara kumulatif mencapai US$ 146,78 miliar, turun lebih tipis 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan secara kumulatif mencatatkan surplus sebesar US$ 19,66 miliar," katanya. 

Ekonom Permata Bank Josua Pardede sebelumnya memperkirakan neraca perdagangan November 2020 surplus US$ 3,11 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat surplus US$ 3,61 miliar. "Penurunan surplus dipengaruhi oleh laju impor bulanan tercatat 6,89% secara bulanan sementara ekspor diperkirakan tumbuh 1,89%," ujar Josua kepada Katadata.co.id, Selasa (15/12).

Sementara secara laju tahunan, ekspor diperkirakan meningkat sebesar 4,95% ditopang oleh kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia seperti CPO yang tercatat naik 14,45% secara bulanan, batubara 9,15%, dan karet alam 1,9%. Peningkatan harga komoditas ekspor juga didukung oleh peningkatan volume ekspor terindikasi oleh tren peningkatan aktivitas manufaktur dari negara mitra dagang utama Indonesia seperti AS, Tiongkok dan Jepang.

Di sisi lain, Josua memprediksikan impor terkontraksi 24,85% secara tahunan. Laju bulanan kinerja impor meningkat sejalan dengan peningkatan impor non-migas seiring dengan aktivitas manufaktur domestik yang masuk dalam fase ekspansi pada bulan November. "Selain itu, impor migas berpotensi meningkat sejalan dengan peningkatan harga minyak mentah sebesar 5,06% secara bulanan," kata dia.

Surplus besar pada neraca perdagangan tahun ini membuat neraca transaksi berjalan pada kuartal ketiga untuk pertama kalinya sejak era Presiden Joko Widodo mencatatkan surplus. Neraca pembayaran pun mencetak surplus mencapai US$ 2,1 miliar pada kuartal III 2020 terlihat dalam databoks di bawah ini.