Kemenkeu: Defisit APBN RI Lebih Kecil Dibandingkan Negara ASEAN & G20

Donang Wahyu|KATADATA
Petugas penukaran mata uang merapihkan uang yang hendak ditukar dengan mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta
11/1/2021, 18.41 WIB

Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi mengatakan, tidak relevan membandingkan realisasi defisit dan rasionya terhadap PDB dengan negara-negara G20.

Alasannya, negara besar di G20 semisal Uni Eropa, Jepang, dan AS memang sengaja mengalokasikan anggaran yang besar untuk menangani virus corona sehingga defisit dan rasio terhadap PDB-nya juga besar.

"Lebih relevan membandingkan realisasi APBNP 2020 dengan target defisit yang berada di kisaran 6,34% PDB," ujar Eric kepada Katadata.co.id, Senin (11/1)

Terdapat dua hal yang wajib diperhatikan terkait hal tersebut. Pertama, penyerapan anggaran yang hanya 92,5% dari target dan lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya yang bisa melewati 94%. Kedua, kelebihan pembiayaan yang tercermin dari pembengkakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran.

Menurut Eric, kelebihan pembiayaan tersebut menambah beban pembayaran utang. Namun, stimulus fiskal bisa membantu pemulihan ekonomi nasional mulai kuartal III 2020. "Walaupun mungkin belum optimal karena lambatnya penyaluran anggaran di awal program PEN dan kasus korupsi yang berkaitan dengan bansos," kata dia.

Kemenkeu sebelumnya melaporkan realisasi sementara pembiayaan utang APBN 2020 mencapai Rp 1.226,8 triliun, naik 180,4% dari tahun 2019 yang sebesar Rp 437,5 triliun. Kenaikan utang terutama untuk membiayai anggaran penanganan dampak Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembiyaan utang dilaksanakan secara prudent, fleksibel, dan terukur dengan mengoptimalkan sumber pembiayaan yang paling efisien. “Dengan defisit yang meningkat tajam, pembiayaan jadi tantangan yang sangat besar,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara virtual, Rabu (6/1). 

Realisasi pembiayaan utang selama tahun lalu melampaui target atau 100,5% dari Perpres 72 tahun 2020 sebesar Rp 1.220,5 triliun. Capaian tersebut terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara neto Rp 1.177,2 triliun dan pinjaman neto Rp 49,7 triliun.

Pembiayaan utang melalui SBN neto tercatat tumbuh signifikan sebesar 163,8% dari realisasi tahun sebelumnya Rp 446,3 triliun. Angka itu juga melewati target Perpres 72 yang sebesar Rp 1.173,7 triliun.  Sementara itu, realisasi pinjaman neto tumbuh negatif 667,7% dari tahun lalu yang negatif Rp 8,7 triliun. Penarikan pinjaman tersebut turut melampaui target 106,3% yang tercatat Rp 46,7 triliun.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria