Wacana kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II kembali muncul seiring DPR menetapkan Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2021. Kebijakan pengampunan pajak dikaitkan dengan masuknya revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dalam Prolegnas tahun ini.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Misbakhun mengatakan bahwa terdapat kemungkinan skenario tax amnesty jilid II masuk ke dalam RUU Ketentuan Umum Perpajakan. "Namun, tergantung pada pemerintah yang mengusulkan tax amnesty," kata Misbakhun kepada Katadata.co.id, Senin (29/3).
Misbakhun menilai kebijakan tax amnesty jilid II merupakan salah satu upaya strategis dalam memulihkan perekonomian nasional. Kebijakan pengampunan pajak dianggap akan memberikan dampak yang sangat bagus untuk pemulihan dunia usaha selama menghadapi Covid-19.
Selain menjadi insentif pajak yang baik bagi sektor privat, Misbakhun menilai, kebijakan pengampunan pajak akan berdampak positif pada penerimaan pajak pemerintah. Namun, pelaksanaan tax amnesty berikutnya harus belajar dari pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak jilid I.
Hingga kini belum terdapat pembahasan mengenai rencana pengampunan pajak jilid II bersama pemerintah. "Belum ada jadwal," ujar dia.
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menuturkan bahwa masih akan mengkaji jika memang ada rencana masuknya tax amnesty jilid II. Hal tersebut mengingat politik merupakan sesuatu yang dinamis, khususnya politik legislasi. "Tunggu tanggal mainnya," kata Hendrawan kepada Katadata.co.id, Senin (29/3).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini sempat menanggapi isu rencana tax amnesty jilid II. Namun dirinya tidak membantah atau membenarkan kabar tersebut.
Bendahara Negara ini hanya menjelaskan bahwa terdapat tiga RUU usulan Kementerian Keuangan yang masuk dalam Prolegnas. "Ada RUU hubungan keuangan pusat dan daerah, reformasi keuangan, dan ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Selasa (23/3).
RUU KUP sendiri, sambung dia, merupakan inisiatif pemerintah sejak 2016. Adapun RUU prolegnas akan digunakan DPR dengan pemerintah untuk memperkuat peraturan yang berhubungan dengan perpajakan.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa perpajakan mengalami dinamika luar biasa besar termasuk di tingkat global terutama dari sisi pajak digital. Maka dari itu, Indonesia tak boleh tertinggal dari dinamika tersebut sehingga penerimaan pajak dalam negeri bisa terus dijaga.
Pada 2019 lalu, sempat muncul wacana pengampunan pajak jilid II. Ketika itu Sri Mulyani Indrawati mempertimbangkan untuk membuka kembali kebijakan tersebut karena masukan dari berbagai pihak, terutama para pengusaha. Dia menyebutkan ketika itu rencana kebijakan tersebut sudah tertuang dalam paket reformasi pajak yang sedang disusun Kementerian Keuangan.
Pengamat Pajak Danny Darusslam Tax Center Bawono Kristiaji berpendapat bahwa tax amnesty jilid II tidak perlu diadakan. "Rencana tersebut membutuhkan justifikasi yang kuat. Alasannya pengampunan pajak adalah kebijakan yang relatif kontroversial karena menghapus pokok pajak serta sanksi," kata Bawono kepada Katadata.co.id, Senin (29/3).
Bawono memaparkan umumnya terdapat empat alasan utama untuk melakukan tax amnesty yaitu: penerimaan jangka pendek, sebagai jembatan ke sistem pajak baru, upaya menciptakan kepatuhan jangka panjang, serta repatriasi modal. Jika diamati, tidak ada satu pun dari keempat alasan tersebut yang memiliki justifikasi kuat.
Dari sisi penerimaan, ia menjelaskan bahwa pendapatan pajak yang dikumpulkan akan semakin sedikit pada saat tax amnesty dilakukan secara berulang dalam kurun waktu tidak terlalu lama. Hal tersebut berkaca dari pemberlakuan pengampunan pajak berulang di berbagai negara di AS. "Jadi, sepertinya kita tidak akan memperoleh dana uang tebusan yang sebesar tax amnesty 2016/2017 jika kembali dilakukan," ujar dia.
Dari sisi kepatuhan jangka panjang, pengampunan pajak ini akan menimbulkan moral hazard. Masyarakat akan melihat bahwa pemerintah justru memberikan insentif bagi wajib pajak yang tidak patuh sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.
Sebaliknya wajib pajak cenderung menunggu kesempatan di masa mendatang. "Mereka berpikir akan ada tax amnesty yang akan mengampuni kembali," katanya.