Surplus Neraca Dagang Rekor, Rupiah Menguat Jadi Rp 14.227 per US$

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020).
Penulis: Abdul Azis Said
16/9/2021, 09.55 WIB

Nilai tukar rupiah menguat ke level Rp 14.227 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot hingga Pukul 09.30 WIB. Analis memprediksi, penguatan kurs Garuda berlanjut karena surplus neraca dagang Agustus kembali mencetak rekor.

Dikutip dari Bloomberg, mata uang Asia lain bergerak bervariasi. Yen Jepang menguat 0,08%, won Korea Selatan 0,08%, rupee India 0,26% dan ringgit Malaysia 0,12%.

Sedangkan yuan Tiongkok dan dolar Hong Kong sama-sama melemah 0,01%. Begitu juga bath Thailand melemah 0,09%, peso Filipina 0,05%, dolar Taiwan 0,04%, dan dolar Singapura 0,04%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah bergerak menguat ke level Rp 14.220 per dolar AS, dengan potensi pelemahan di kisaran Rp 14.260. Penguatan ini berasal dari sentimen internal yakni data ekspor dan impor yang mencatatkan surplus tertinggi dalam sejarah.

"Kenaikan surplus neraca perdagangan Indonesia yang cukup tinggi dari bulan sebelumnya sekitar 83% memberikan angin segar untuk penguatan rupiah hari ini," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (16/9).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Agustus surplus US$ 4,74 miliar. Ini mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Surplus ini terutama ditopang oleh kinerja ekspor yang melesat di tengah kenaikan impor.

Ekspor Agustus mencapai US$ 21,42 miliar atau naik 20,92% dari bulan sebelumnya (month to month/mtm) dan 64,1% dibandingkan Agustus 2020 (year on year/yoy). Sedangkan impor US$ 16,68 miliar, naik 10,35% mtm dan 55,26% yoy.

Namun, Ariston memperkirakan rupiah naik terbatas karena wacana tapering off atau pengurangan stimulus oleh bank sentral AS, The Fed. Ini dapat mendorong minat pasar mengalirkan dana ke aset aman dolar AS.

Selain itu, ada sentimen eksternal yang berasal dari laporan ekonomi Cina. Sebagai ekonomi terbesar kedua dunia, perlambatan ekonomi Tiongkok dinilai dapat berpengaruh ke negara berkembang.

"Ini bisa memberikan pandangan negatif ke pelaku pasar soal prospek perekonomian ke depan. Ini mungkin menyurutkan pelaku pasar untuk masuk ke aset berisiko," kata Ariston.

Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga memprediksi rupiah menguat hari ini. Rekor surplus neraca dagang Agustus akan mengungkit rupiah ke level Rp 14.225 hingga Rp 14.280 per dolar AS.

Namun dia beda pendapat dengan Ariston perihal sentimen data ekonomi AS. Menurutnya, kondisi inflasi AS mulai melambat bulan lalu, sehingga menguntungkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

"Indeks dolar AS turun sampai hari ini karena kecenderungan pelemahan ekonomi AS dan inflasi yang melandai," kata Rully kepada Katadata.co.id.

Departemen Ketenagakerjaan pada Selasa (14/9) melaporkan, inflasi Agustus 0,3% mtm. Ini merupakan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) terkecil sejak Januari dan melambat dibandingkan Juli 0,5%.

Sedangkan secara tahunan, terjadi inflasi 5,3%. Ini lebih lemah dari bulan sebelumnya 5,4%.

Reporter: Abdul Azis Said