Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden kembali menominasikan Jerome Powell untuk menjabat Gubernur The Federal Reserve (Fed). Powell dinilai berhasil menyelamatlan ekonomi AS di tengah pandemi serta mampu membantu pemulihan ekonomi Negara Paman Sam dengan cepat.
Keputusan terpilihnya Powel diumumkan Gedung Putih, Senin (22/11). Untuk menemani Powell di periode keduanya, Biden telah menominasikan Lael Brainard sebagai Deputi.
"Amerika membutuhkan kepemimpinan yang stabil, independen, dan efektif untuk memimpin the Fed. Karena itu, saya menominasikan Jerome Powell untuk masa jabatan kedua sebagai kepala Dewan Gubernur Fed dan Lael Brainard untuk membantunya sebagai wakil," cuit Joe Biden, melalui akun twitternya.
Dipertahankannya Powell melanjutkan tradisi presiden AS yang tetap bekerja sama dengan Gubenur The Fed sebelumnya kendati berbeda pandangan politik.
Sebagai catatan, Powell merupakan tokoh Republik. Pejabat berusia 68 tahun tersebut dinominasikan sebagai Gubernur Fed oleh mantan Presiden Donald Trump, pada 2017 silam.
"Ini (terpilihnya kembali Powell) memberikan kepastian dalam situasi dunia yang serba tidak pasti. Powell dan Brainard adalah duet yang sangat powerful," tutur Diane Swonk, kepala ekomomi Grant Thornton LLP, dikutip dari Bloomberg.
Terpilihnya kembali Powell disambut beragam oleh pasar. Dollar dan US Treasury naik begitu Powell diumumkan menduduki kembali jabatannya. Dow Jones Industrial Average naik tapi Nasdaq Composite justru melemah.
"Terpilihnya Powell memastikan kebijakan Fed akan berlanjut. Dia akan mengawal keijakan normalisasi di tahun-tahun ke depan. Dengan inflasi yang sudah bergerak tinggi, kenaikan suku bunga sepertinya tinggal menunggu waktu," ujar ekonom Anna Wong.
Biden dalam keterangan tertulisnya mengatakan pemulihan ekonomi AS masih jauh dari harapan. Dia berharap duet Powell dan Brainard akan membawa AS dari periode terburuk dalam sejarah modern mereka ke jalur pemulihan ekonomi yang benar.
"Saya percaya bahwa Powell dan Brainard akan fokus menjaga inflasi rendah, harga stabil, dan menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan yang akan membuat ekonomi kita lebih kuat dari sebelumnya," tutur Biden, seperti dikutip dari Bloomberg.
Jerome Hayden Powell menjabat sebagai Gubernur the Fed pada 2018 menggantikan Janet Yellen.
Dalam periode pertamanya, lulusan Princeton University tersebut mendapat dukungan penuh baik dari Kementerian Keuangan AS maupun Partai Demokrat meskipun dia adalah pilihan Trump.
Periode awal kepemimpinannya diwarnai dengan kebijakan kenaikan suku bunga serta pengetatan moneter sebagai dampak meningkatnya inflasi AS.
Menyusul terjadinya pandemi Covid-19 di Maret 2020, Powell mau tidak mau menggelontorkan stimulus serta melonggarkan kebijakan untuk menahan dampak buruk pandemi.
Termasuk di dalamnya adalah penurunan suku bunga dan melonggarkan quantitative easing dengan membeli obligasi pemerintah serta sekuritas.
Dengan inflasi AS yang bergerak naik serta kondisi ketenagakerjaan yang membaik pada tahun ini, the Fed akan kembali kepada kebijakan pengetatan.
Pada awal November, The Fed resmi mengumumkan tapering off alias pengetatan stimulus yang akan dimulai akhir bulan ini.
The Fed akan mengurangi pembelian aset secara rutin sebesar US$ 15 miliar.
Pengurangan pembelian aset akan menjadi langkah awal The Fed menarik diri dari dukungannya kepada pasar dan ekonomi akibat tekanan pandemi.
The Fed rutin memborong aset pemerintah senilai US$ 120 miliar, terdiri atas US$ 80 miliar melalui US Treasury dan US$ 40 miliar di sekuritas beragun hipotek.