Sri Mulyani Ramal Butuh 100 Tahun untuk Mencapai Kesetaraan Gender

Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ketimpangan gender yang masih cukup tinggi terjadi di Indonesia.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
22/12/2021, 15.37 WIB

Tekanan pandemi, menurut Sri Mulyani, juga ikut memperburuk ketimpangan gender. Hal ini karena kebanyakan perempuan bekerja di sektor informal, yang mana sektor ini ikut terpukul berat selama pandemi. Di sisi lain, pekerjaan di sektor informal ini juga cenderung memiliki produktivitas yang rendah, dengan demikian pendapatannya juga cenderung lebih rendha.

"Dunia kesehatan, pendidikan dan sosial itu biasanya didominasi oleh perempuan, tiga sektor ini yang terhantam langsung oleh pandemi. Ini mengapa pengaruh covid-19 jauh lebih besar kepada perempuan," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan, ketimpangan gender yang masih cukup tinggi juga terjadi di Indonesia. Sekalipun kabinet pemerintah memiliki enam menteri perempuan serta perempuan di kursi tertinggi DPR, ini tidak merepresentasikan kondisi sesungguhnya. Hal ini karena persentase perempuan yang ikut dalam angkatan kerja masih sangat rendah yakni di bawah 60%, dibandingkan laki-laki yang mencapai di atas 80%.

Sri Mulyani mengingatkan masih ada pekerjaan rumah yang belum selesai untuk bisa menurunkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Hal ini agar perempuan bukan hanya berkontribusi untuk dirinya sendiri tetapi juga terhadap negara.

Untuk mendorong kesetaraan gender di dalam negeri, menurut Sri Mulyani, pemerintah telah memasukkan gender responsive budgeting sejak awal 2000. Program menjadi alat untuk memonitor sejauh mana anggaran negara dipakai untuk mendukung kesetaraan gender.

"Karena sering kalau kita tidak menggunakan dimensi gender, belanja negara itu menjadi tidak simetri manfaatnya bagi perempuan dan laki-laki, bahkan bisa diskriminatif, karena itu kita melakukan monitor," kata Sri Mulyani.

Selain itu, pemerintah juga telah menyediakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik mulai 2021 yang dipakai untuk dana perlindungan perempuan dan anak. Ini untuk mendukung kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak di daerah-daerah.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said