Belanja Subsidi Bengkak 138% dari Pagu, Setengahnya ke Listrik dan BBM

ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/hp.
Petugas memperbaiki jaringan listrik yang terputus akibat angin kencang di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (23/12/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
4/1/2022, 16.35 WIB

Pemerintah mengelontorkan anggaran Rp 243,1 triliun sepanjang tahun lalu untuk memberi sejumlah subsidi kepada masyarakat. Sebagian besar belanja tersebut diberikan dalam bentuk subsidi energi, termasuk listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

Dalam APBN 2021, belanja subsidi ditetapkan sebesar Rp 175,4 triliun. Artinya, realisasi belanja subsidi pada tahun lalu mencapai 138,6% dari yang dialokasikan.

Jumlah belanja subsidi pada tahun 2021 juga naik 24% dibandingkan realisasi tahun 2020. Belanja subsidi di antaranya untuk subsidi energi dan non-energi. Termasuk di dalam subsidi non-energi adalah pupuk, bunga kredit, dan pajak.

"Kita melindungi masyarakat melalui berbagai belanja, kita sudah memberikan subsidi tahun 2021 sebesar Rp 243,1 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (3/1).

Subsidi energi tahun lalu mencapai Rp 140.4 triliun atau 58% dari total belanja subsidi di tahun 2021.

Nilainya naik 29% dari realisasi tahun sebelumnya. Tahun lalu merupakan pertama kalinya subsidi energi mengalami pertumbuhan positif setelah dua tahun berturut-turut terkontraksi.

Realisasi subsidi listrik mencapai Rp 56,6 triliun, lebih tinggi dari pagunya yang ditetapkan Rp 53,6 triliun.
Sementara itu, realisasi subsidi BBM dan LPG mencapai Rp 83,8 triliun, melebar dari pagu yang ditetapkan yakni Rp 56,9 triliun.

Subsidi energi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) diberikan untuk 16 juta kilo liter. Subsidi untuk LPG 3 Kg diberikan kepada 7,12 juta MT.

Sri Mulyani mengatakan ada kenaikan pemberian subsidi untuk LPG 3 Kg sejalan dengan kenaikan contract price (CP) Aramco.

 Sementara subsidi listrik diberikan dalam beberapa bentuk. Pemerintah memberi subsidi untuk menyediakan tarif yang terjangkau untuk 32,5 juta pengguna yang termasuk rumah tangga 450 VA dan 900 VA.

Selain itu, pemberian diskon tarif listrik kepada 30,8 juta pelangan dengan daya 450 dan 900 VA.

Diskon listrik juga diberikan kepada pelaku bisnis dan industri khusus yang memiliki daya 450 VA kepada 430 ribu pelanggan.

"Pemberian subsidi ini untuk apa? stabilisasi harga listrik. Selain memberikan insentif listrik dalam rangka PEN, subsidi listrik kita juga masih sangat tinggi," kata Sri Mulyani.

Di samping untuk beberapa kebutuhan energi, pemerintah menghabiskan Rp 102,7 triliun untuk memberi subsidi non-energi sepanjang tahun lalu. Ini terutama di sektor pertanian, properti hingga usaha kecil.

Anggaran subsidi non-energi tahun lalu naik 17,5% dari tahun sebelumnya. Selain itu nilai penyalurannya juga yang tertinggi dalam data lima tahun terakhir.

Subsidi energi ini dimanfaatkan untuk memberi subsidi untuk 7,9 juta ton pupuk dan memperhitungkan penyelesiaan tambahan anggaran untuk kurang bayar. Pemerintah juga memberikan subsidi untuk uang muka untuk pembelian 176,1 ribu unit rumah.

Sementara itu, subsidi bunga kredit program lebih tinggi karena menampung insentif subsidi bunga dan IJP (imbal jasa peminjaman) untuk 12 bulan (tahun 2020 untuk KUR 9 bulan dan Non KUR /IJP 6 bulan

"Kita memberikan subsidi bunga KUR kepada 12,8 juta debitur dengan realisasi penyaluran KUR sebesar Rp 284,9 triliun," kata Sri Mulyani.

 Sebagai informasi, belanja subsidi ini termasuk dalam kelompok belanja pemerintah pusat non Kementerian dan lembaga (non K/L).

Sekalipun belanja subsidi membengkak, namun realisasi belanja non K/L justru tidak terserap sepenuhnya.

Sri Mulyani melaporkan belanja non K/L sampai penutupan tahun sebesar Rp 812 triliun, atau hanya 88% dari pagu tahun lalu.

Hal ini dikarenakan realisasi pembayaran bunga utang tahun lalu yang lebih rendah Rp 29,8 triliun dari target.

Sementara secara keseluruhan belanja negara tahun 2021 melampaui target yakni Rp 2.001,1 triliun, atau 101,3% dari pagu yang disediakan.

Reporter: Abdul Azis Said