Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerima Rp 67,79 miliar setoran pajak di lima hari pertama pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak. PPS digelar mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Berdasarkan pemantauan di situs resmi PPS, sudah ada 1.024 wajib pajak yang melaporkan hartanya dengan jumlah 1.089 surat keterangan hingga kemarin (5/1). Dari jumlah tersebut, total harta bersih yang dilaporkan sebesar Rp 559,51 miliar.
Sebagian besar laporan harta dideklarasikan di dalam negeri sebesar Rp 503,24 miliar. Sementara harta yang dideklarasikan di luar negeri sebesar Rp 28,23 miliar, dan harta yang setelah dideklarasikan di dalam negeri lalu diinvestasikan ke Surat Berharga Negara (SBN) Rp 28,04 miliar.
"Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login dalam jangka waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar WIB," demikian dikutip dari laman resmi PPS, Kamis (6/1).
Program pengungkapan harta ini terbagi dalam dua skema. Skema pertama, berlaku pada wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama namun masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan. Adapun harta tersebut yakni yang diperoleh dari 1 Janauri 1985-31 Desember 2015. Sedangkan skema kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020.
Adapun besaran tarifnya berbeda-beda bergantung pada skema yang diikuti. Bagi peserta skema pertama, maka berlaku tarif sebagai berikut:
- 11% untuk harta deklarasi luar negeri
- 8% untuk harta luar negeri yang direpatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang tidak diinvestasikan ke instrumen yang ditentukan pemerintah
- 6% untuk harta luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang dideklarasikan, kemudian diinvestasikan di surat berharga negara (SBN), hilirisasi SDA dan energi terbarukan
Sementara ketentuan tarif untuk skema kedua, berlaku tarif sebagai berikut:
- 18% untuk harta deklarasi luar negeri
- 14% untuk harta luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang dideklarasikan tetapi tidak diinvestasikan ke instrumen yang ditentukan pemerintah
- 12% untuk harta luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang dideklarasikan, kemudian diinvestasikan di SBN, hilirisasi SDA dan energi terbarukan
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya sudah memperingatkan agar para wajib pajak yang memiliki harta belum diungkapkan pada periode sebelum Tax Amnesty jilid pertama, maupun harta perolehan 2016-2020 segera ikut dalam program tersebut. Hal ini untuk menghindari pembayaran denda ganda hingga ratusan persen jika sampai 30 Juni 2022 tak kunjung mendaftarkan diri.
"Begitu selesai Juni kita akan enforcement dan kalau tidak ikut berarti tarifnya 200% sesuai dalam undang-undang," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA awal pekan ini.
Pada skema pertama, harta hingga 2015 yang tidak juga diikutsertakan dalam PPS maka akan dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan tersebut dengan tarif 25% untuk badan, 30% untuk orang pribadi dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu. Selain itu, Sri Mulyani akan mengenakan sanksi tambahan sebesar 200% atas aset yang kurang diungkap.
Sementara untuk skema kedua, harta pada 2016-2020 yang tidak dilaporkan dalam PPS akan dikenakan PPh final dengan tarif 30% dari harta bersih tambahan. Selain itu, aset yang kurang diungkap akan dikenakan sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor sebesar 20%.