Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), mengumumkan kenaikan suku bunga acuan terbesar dalam lebih dari dua dekade sebagai upaya untuk mengatasi inflasi yang melonjak.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) ke kisaran 0,75-1%. Dengan inflasi di AS menyentuh level tertingginya dalam 40 tahun The Fed diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga di masa mendatang.
“Inflasi terlalu tinggi dan kami memahami kesulitan yang ditimbulkannya. Kami bergerak cepat untuk menurunkannya kembali,” kata ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers di Washington, seperti dikutip dari BBC pada Kamis (5/5).
Dengan menaikkan suku bunga, bank akan membuat pinjaman orang, bisnis, dan pemerintah menjadi lebih mahal yang diharapkan dapat meredakan permintaan barang dan jasa sehingga mengendalikan inflasi.
Tapi langkah The Fed ini berisiko memicu perlambatan ekonomi yang tajam, terutama di tengah tantangan baru yang muncul saat ini, seperti perang di Ukraina, serta pembatasan dan penguncian wilayah (lockdown) di Cina baru-baru ini.
“Ini adalah jalan sempit yang harus mereka jalani. Ini akan menjadi tugas yang sangat sulit (bagi The Fed),” kata ekonom Donald Kohn, yang sebelumnya menjabat di komite penetapan suku bunga The Fed. Simak databoks berikut:
Selain AS, bank sentral India pada hari Rabu (4/5) juga mengumumkan kenaikan mengejutkan pada suku bunga acuannya. Sementara bank sentral Australia belum lama ini mengumumkan kenaikan suku bunga pertamanya dalam 11 tahun.
Bank of England juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada hari hari ini, Kamis (5/5), yang akan menjadi kenaikan keempat sejak Desember 2021.
Meski demikian langkah The Fed lebih berdampak luas karena banyak negara dan pasar komoditas yang bergantung pada dolar. Kenaikan suku bunga AS memicu negara-negara di Timur Tengah, yang mata uangnya terikat dengan dolar, ikut menaikkan suku bunganya.
Powell mengatakan kenaikan suku bunga lebih lanjut direncanakan. Dia menambahkan bahwa para pejabat setuju bahwa menaikkan suku bunga setengah poin persentase atau 50 bps "harus ada di atas meja" di masa depan. Meski langkah agresif ini tidak dipertimbangkan secara aktif.
Pasar saham AS melonjak setelah pengumuman kenaikan suku bunga ini, seperti yang diprediksi investor. Powell mengatakan bahwa dia yakin ekonomi AS cukup kuat untuk menangani langkah The Fed yang lebih agresif, merujuk pada pasar kerja yang ketat, di mana lowongan melebihi jumlah pekerja yang tersedia hampir dua banding satu.
Namun Powell mengakui bahwa supply shock akibat perang Rusia-Ukraina dan lockdown di Cina membuat tugasnya menjadi lebih sulit sehingga berpotensi memicu langkah yang lebih agresif untuk mengendalikan permintaan daripada yang seharusnya.
“Kami tidak dapat benar-benar mempengaruhi harga minyak atau harga pangan dan komoditas - hal-hal seperti itu. Tapi kami harus memastikan bahwa ekspektasi inflasi tetap berlabuh - itu juga bagian dari pekerjaan kami. Ini menempatkan bank sentral mana pun dalam situasi yang sangat sulit,“ ujarnya.
Mengelola inflasi yang melonjak terbukti sulit. Bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga untuk menurunkan harga. Dan langkah agresif terbaru oleh bank sentral paling kuat di dunia, The Fed, adalah salah satu yang akan bergema di seluruh dunia.
Tidak hanya akan menaikkan biaya pinjaman untuk orang Amerika dalam segala hal mulai dari kartu kredit hingga hipotek, itu juga akan mendorong nilai tukar dolar. Pada gilirannya, hal itu akan mendorong harga komoditas dan membuatnya lebih mahal bagi negara berkembang yang meminjam dalam dolar.
Hal ini juga dirasakan di pasar keuangan, di mana harga aset didukung oleh tingkat stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menghujani ekonomi selama pandemi. Saat dukungan itu dihapus akan ada lebih banyak turbulensi ekonomi.