Perbandingan Risiko Stagflasi Saat Ini vs Era 1970-an Versi bank Dunia

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Ilustrasi. Bank Dunia melihat guncangan harga saat ini akibat pandemi dan perang menyerupai gangguan yang disebabkan oleh lonjakan harga minyak tahun 1973 dan 1979-1980.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
9/6/2022, 15.56 WIB

Pertama, guncangan kenaikan harga masih lebih kecil. Harga minyak naik tiga kali lipat dari titik terendahnya awal 2020 dan dua kali lipat sejak awal 2021. Kenaikan ini hanya dua pertiga dari yang terjadi pada tahun 1980. Selain itu, inflasi memang naik tetapi inflasi inti tetap relatif rendah di sebagian besar negara. Kondisi ini berbeda dibandingkan tahun 1979-1980 saat kenaikan inflasi yang tajam terjadi secara luas.

Kedua, bank sentral di negara maju dan banyak negara berkembang saat ini memiliki mandat yang jelas untuk stabilitas harga, biasanya berupa target inflasi secara eksplisit. Mereka telah mengadopsi prosedur operasi yang transparan dan mengumumkan kebijakan suku bunga usai rapat yang dijadwalkan secara rutin.

Ketiga, ekspektasi inflasi yang lebih baik. Inflasi inti saat ini dinilai jauh lebih tidak sensitif terhadap kejutan inflasi. Korelasi inflasi inti dengan harga impor atau harga produsen yang sensitif terhadap guncangan harga komoditas kini telah menurun signifikan.

Keempat, ekonomi saat ini dinilai sudah lebih fleksibel. Hal ini didukung liberalisasi tenaga kerja, produk dan pasar keuangan. Pada tahun 1973, kontrol suku bunga dan kredit ada di hampir semua negara OECD dan semua negara berkembang. Namun, pada tahun 2005, hampir semua negara OECD menghilangkan kontrol suku bunga dan kredit, serta telah dihapus di sekitar tiga perempat negara berkembang.

Kelima, kebijakan fiskal yang tidak akomodatif. Pada saat terjadi guncangan 1960-an dan 1970-an menandai era kebijakan fiskal yang ekspansif. Sebaliknya, saat terjadi tekanan inflasi saat ini,banyak pemerintah negara yang diperkirakan mulai menarik dukungan fiskalnya usai pandemi.

Pada tahun 2023, dua pertiga dari ekonomi maju diperkirakan akan membatalkan sebagian besar stimulusnya. Pada tahun 2024, dua pertiga negara berkembang dan emerging market diperkirakan menarik sepenuhnya dukungan fiskalnya.

"Ini kemungkinan akan menjadi penghambat utama pertumbuhan permintaan dan membantu mengurangi tekanan harga," kata Bank Dunia.

Dalam laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2022, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2022 menjadi 2,9% dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 4,1%.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said