Strategi Sri Mulyani Redam Dampak Kenaikan Bunga The Fed Ke Indonesia

Youtube/Komisi XI DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan inflasi menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi sejumlah negara saat ini.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
16/6/2022, 19.26 WIB

Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan yang agresif mencapai 75 bps. Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengurangi penerbitan surat utang tahun ini untuk menghindari peningkatan biaya utang akibat kenaikan bunga The Fed.

Sri Mulyani mengatakan, inflasi menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi sejumlah negara saat ini. Kondisi ini mendorong kenaikan bunga acuan oleh bank-bank sentral dunia menjadi keniscayaan untuk meredam kenaikan harga-harga tersebut.

"Kenaikan inflasi di AS yang semakin meningkat pasti akan direspons oleh kebijakan moneter. Di dalam beberapa kesempatan kami mengingatkan bahwa kebijakan fiskal harus semakin hati-hati," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (16/6).

Di sisi lain, menurut dia, penerimaan negara tahun ini meningkat berkat kenaikan harga-harga komoditas.  Kementerian Keuangan menghitung akan ada tambahan sekitar Rp 420 triliun pada penerimaan negara tahun ini. Selain karena harga komoditas, moncernya penerimaan juga ditopang semakin pulihnya aktivitas ekonomi.

Sri Mulyani mengatakan, peningkatan pendapatan tersebut akan dikelola sehingga bisa dialokasikan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, termasuk juga mengurangi defisit APBN. Kemenkeu juga berencana menggunakan dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya untuk menekan defisit. 

Mengurangi defisit berarti pemerintah bisa mengurangi penerbitan utang baru. "Sehingga dengan kenaikan suku bunga, tapi kemudian issuance kita lebih sedikit, kita berharap rasio utang per PDB bisa kita turunkan. Defisit turun, pembiayaan turun, itu cara kita utk mengamankan," ujarnya.

Kenaikan bunga The Fed antara lain dikhawatirkan dapat memicu keluarnya modal asing atau capital outflow dair pasar keuangan domestik. Meski begitu, ia masih optimistis melihat kondisi fundamental ekonomi RI untuk merespon risiko tersebut. Cadangan devisa masih tinggi sebagai hasil dari kinerja ekspor yang masih moncer.

"Namun kita tetap waspada, semua ini kan sedang bergerak, jadi ya setiap saat kita akan melakukan kalibrasi dan kalibrasi dari kebijakan kita," kata Sri Mulyani.

Seperti diketahui, The Fed dalam pertemuan pembuat kebijakan semalam memutuskan kenaikan bunga sebesar 75 bps. Ini merupakan kenaikan paling agresif yang pernah diambil The Fed sejak 1994. Pasar kini mengantisipasi The Fed kembali menaikan bunga acuan dengan kecepatan yang sama dalam pertemuan bulan depan.

Reporter: Abdul Azis Said