Inflasi Potensi Lampaui Rekor Oktober 2015 Bila Harga Pertalite Naik

ANTARA FOTO/Budi Prasetiyo/wsj.
Pengendara motor antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pramuka, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
18/8/2022, 15.59 WIB

Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi diramal bakal mengerek inflasi. Inflasi di dalam negeri diperkirakan menyentuh level di atas 5% secara tahunan apabila pemerintah menaikkan harga BBM Pertalite.

Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, jika pemerintah menaikkan harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, perkiraannya inflasi bisa mencapai 6,5% secara tahunan.

Angka ini berpotensi memecahkan rekor inflasi tertinggi pada Oktober 2015 yang menyentuh 6,25% yoy. "Diperkirakan inflasi tahun ini tembus 6 hingga 6,5% year on year," kata Bhima melalui pesan singkat pada Kamis (18/8).

Bhima mengkhawatirkan kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite akan langsung berdampak langsung kepada daya beli masyarakat yang menurun dan meningkatkan jumlah orang miskin baru. "Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan, dengan inflasi mendekati 5%," kata Bhima. 

Dia memaparkan, saat ini masyarakat relatif belum pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19. Setidaknya ada 11 juta lebih orang yang kehilangan pekerjaan hingga mengalami penurunan upah. Selain itu, Bhima berharap pemerintah menaruh perhatian lebih kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menangah (UMKM) yang dirasa akan ikut terdampak dari penaikkan harga BBM bersubsidi.

Ada 64 juta UMKM yang bergantung dari BBM subsidi untuk kendaraan operasionalnya. Kalau ditambah kenaikan harga BBM subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40% kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat," ujar Bhima.

Sebelumnya Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) memperkirakan tekanan harga masih akan berlanjut dari posisi inflasi i level 4,94% secara tahunan pada bulan lalu. Dia memperkirakan potensi terjadi hiperinflasi bila terjadi kenaikan harga BBM.

"Pada September 2022, kita diprediksi akan menghadapi ancaman hiperinflasi, dengan angka inflasi pada kisaran 10% - 12%," ujar Bamsoet dalam pembukaan sidang tahunan MPR RI, Selasa (16/8).

Berdasarkan pagu anggaran APBNP 2022, pemerintah mengalokasikan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun. Rinciannya terdiri dari subsidi energi menjadi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi menjadi Rp 293,5 triliun.

Perubahan ini setelah pemerintah merevisi harga ICP tahun ini dari US$ 63 per barel menjadi US$ 99,4-US$ 102,5 per barel. Adapun jumlah kuota Pertalite 23 juta kilo liter.

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyebut bahwa tidak akan ada penambahan subsidi BBM yang saat ini kuotanya sudah menipis. Saat ini kuota Pertalite tersisa 27% atau 6,2 juta kl yang diharap bisa memenuhi permintaan hingga Desember 2022.

Oleh karena itu, pilihan yang bisa ditempuh pemerintah adalah menaikkan harga dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli rumah tangga miskin. Said juga meminta pemerintah agar segera menaikkan harga Pertalite, LPG 3 Kg, dan listrik bersubsidi.

"Kalau tidak disegerakan akan makin menggerus kuota pasokan energi subsidi. Apalagi terjadi selisih harga yang jauh antara Pertalite dengan Pertamax," kata Said kepada Katadata.co.id melalui pesan singkat pada Senin (15/8).

Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya juga menyatakan harga jual BBM bersubsidi Pertalite akan naik jika usulan penambahan kuota sebesar 5 juta kilo liter (KL) yang diajukan pemerintah tidak disetujui. "Kalau ga ada lagi alokasinya, kita harus menyesuaikannya di lapangan. Harga minyak mentah saja gak turun-turun," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (15/8).

Arifin menambahkan pihaknya akan mengevaluasi secara bersama kenaikan harga komoditas energi bersubsidi, termasuk di antaranya solar dan LPG 3 kg secara lintas kementerian. "Ini yang kami harus evaluasi secara menyeluruh," ujarnya.

Infografik_Subsidi bbm dan lpg banyak dinikmati orang kaya (Katadata/ Nurfathi)
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu