Picu Inflasi, Ini Daftar Komoditas yang Berpotensi Naik Saat Ramadan

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.
Pedagang daging ayam melayani pembeli di Pasar Induk Rau Kota Serang, Banten, Selasa (8/8/2023). Menurut pedagang sejak Senin (7/8) harga daging ayam naik dari Rp32 ribu menjadi Rp44 ribu perkilogram akibat pasokan menurun sementara permintaan naik.
4/3/2024, 12.09 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mengingatkan potensi lonjakan harga pangan saat ramadan pada bulan Maret dan April 2024. Sehingga, kenaikkan harga tersebut akan mendorong laju inflasi nasional.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut, puncak inflasi biasa terjadi di awal bulan ramadan. Kemudian inflasi mulai mereda menjelang hari raya idulfitri.

“Kalau kita lihat puncak-puncak yang terjadi secara historis, memang puncak inflasi itu ada di bulan ramadan atau hari raya dan akhir tahun,” ujar Amalia dalam acara Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan di Jakarta, Senin (4/2).

Maka dari itu, BPS menghimbau pemerintah untuk melakukan antisipasi awal agar tekanan inflasi tidak setinggi pada tahun-tahun sebelumnya. Sebab, hal ini akan memengaruhi daya beli masyarakat.

Amalia mewaspadai kenaikan harga beberapa komoditas yang akan terdampak akibat tingginya permintaan menjelang ramadan dan idulfitri. Seperti tarif angkutan udara, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

“Ini tentunya kita mulai antisipasi dari awal, sehingga kalau kita bisa lebih mengantisipasi lebih awal tekanan inflasi di bulan ramadan dan hari Raya. Tahun ini mudah-mudahan tekanannya tidak terlalu besar seperti tahun lalu,” ujar Amalia.

Antisipasi Kenaikan Harga Pangan

Untuk mengendalikan harga pangan tersebut, pemerintah perlu memastikan ketersediaan stok khususnya untuk komoditas pangan. Kemudian memastikan kelancaran distribusi pasokan yang merata di seluruh wilayah.

Selain itu, kata Amalia, pemerintah juga perlu melakukan operasi pasar untuk memastikan keterjangkauan harga, dan melakukan sosialisasi kepada masyarakar untuk tidak panic buying.

“Sementara dalam pengendalian inflasi transportasi hari raya juga perlu dilakukan penetapan kebijakan tarif batas atas dan memastikan ketersediaan moda angkutan udara melalui penambahan frekuensi penerbangan selama momen ramadan dan idulfitri,” ujarnya.

Inflasi Akan Naik Lagi pada Maret 2024

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memproyeksikan, kenaikan tingkat inflasi masih akan berlanjut menjelang bulan ramadan dan idulfitri.

Dia memprediksi tingkat inflasi bulan Maret dapat mencapai 0,6%, terutama dipengaruhi oleh tingginya permintaan disusul dengan naiknya harga kebutuhan pokok.

“Saya rasa akan naik lebih tinggi tingkat inflasinya, karena kenaikan tidak hanya terjadi pada beras. Menyusul transportasi, harga BBM nonsubsidi, harga (jalan) tol dan kebutuhan pokok lainnya. Telur, daging dan gula akan naik karena permintaan tinggi," kata Eko dikutip dari Antara, Senin (4/3).

BPS mencatat tingkat inflasi bulanan sebesar 0,37% pada Februari 2024 Sedangkan, secara tahunan Indonesia mengalami kenaikan inflasi 2,75%, naik dibandingkan bulan sebelumnya 2,57%.

Eko menilai tingkat inflasi pada Februari masih terbilang aman lantaran berada di rentang target inflasi 2024. Namun peningkatan tersebut menjadi sinyal khusus bagi pemerintah untuk segera menstabilkan harga kebutuhan pokok, khususnya beras yang memiliki andil pada inflasi bulanan 0,21%.

Tren inflasi komoditas beras pada Februari 2024 tercatat 5,32%. Peningkatan itu menjadikan beras sebagai penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Februari 2024.

3 Faktor Kenaikkan Harga Beras

Eko menyebut, ada tiga faktor utama yang mendorong naiknya harga beras di pasaran. Pertama, faktor produksi beras nasional yang kian berkurang. Kemarau panjang imbas cuaca el nino yang dinilai masih menjadi penyebab utama berkurangnya produksi beras. Selain itu, estimasi panen raya baru terjadi pada bulan Maret-April 2024.

Berdasarkan data BPS, produksi beras nasional pada 2023 mencapai 31,10 juta ton, turun sebanyak 440 ribu ton atau 1,39% dibandingkan dengan 2022 sebesar 31,54 juta ton.

Faktor kedua yang mempengaruhi inflasi beras yakni adanya keterlambatan distribusi yang disebabkan salah satunya karena program bantuan sosial (bansos) yang marak disalurkan beberapa bulan terakhir.

“Khususnya kemarin-kemarin ya. Kemudian karena Bulog harus melayani bansos dan harus melayani pasar tradisional. Saya rasa kapasitas yang terbatas dari mereka untuk bisa (memenuhi) secara birokrasi, bukan cadangannya,” ujarnya.

Faktor ketiga yang turut memengaruhi adalah periode Pemilu 2024 yang meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat. Sebab, penyelenggaraan pesta demokrasi ini turut memberikan stimulus terhadap daya beli masyarakat.

“Tidak ada penyebab tunggal dalam konteks inflasi beras hari ini ya, jadi faktor fundamental produksi yang memang turun karena cuaca el nino, ada faktor distribusi karena bansos (jika) ditarik ke depan,” kata Eko.

Reporter: Zahwa Madjid