Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pihaknya berencana untuk memberikan insentif fiskal bagi Pemerintah Daerah (Pemda) yang berhasil menjaga Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) agar tetap sehat.
"Saya sebenarnya juga meminta, dalam hal ini Badan Kebijakan Fiskal (BKF), untuk memperkenalkan indikator kesehatan PDAM sebagai salah satu indikator untuk memberikan insentif, yaitu insentif fiskal," kata Sri Mulyani dalam sesi panel World Water Forum ke-10 2024 di Bali sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (21/5).
Insentif fiskal tersebut dimaksudkan sebagai suatu motivasi bagi para Pemda agar mampu mengatasi permasalahan akses terhadap air bersih, dengan cara menjaga PDAM tetap sehat. Dia menilai akses terhadap air bersih memiliki korelasi yang kuat dengan kesehatan PDAM.
Nantinya, imbalan dari insentif fiskal dapat digunakan untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan investasi dan pertumbuhan daerah, serta bahkan dapat dimanfaatkan untuk mengelola inflasi.
“Kami menyediakan pemerintah daerah yang berkinerja baik ketika inflasi mereka berada di bawah tingkat nasional. Ketika pertumbuhan ekonomi mereka berada di atas tingkat nasional. Di mana penurunan angka kemiskinan lebih cepat dibandingkan tingkat nasional,” ujarnya.
Untuk merealisasikannya, Bendahara Negara ini meminta persetujuan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk menetapkan indikator kesehatan PDAM.
Selain itu, Kementerian Keuangan tetap menggunakan alat fiskal atau fiscal tool guna mendorong investasi Pemda dan sektor swasta dalam pembiayaan air bersih dan sanitasi. Karena air menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat sehingga telah dialokasikan 3,4% dari APBN.
Meskipun terdapat kendala ekonomi, pada tahun 2009 dunia hanya mengalokasikan US$ 8,7 miliar dalam bentuk bantuan pembiayaan untuk pembangunan air dan sanitasi. Ia menilai jumlah tersebut tergolong kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan investasi tahunan di bidang air dan sanitasi yang jauh lebih besar.
Negara-negara berkembang menghabiskan 0,5% dari produk domestik bruto (PDB) untuk air setiap tahunnya, dan hanya 70% dari anggaran tersebut yang terbelanjakan. "Jadi uangnya sudah kecil, penyerapan dan eksekusinya pun semakin kecil," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya menekankan bahwa perlu adanya peraturan yang jelas dan tepat dalam skema pembiayaan campuran atau "blended finance" guna menarik lebih banyak investasi di sektor air dan sanitasi.
“Kebutuhan pendanaan tidak boleh hanya bergantung pada masyarakat. Namun dana publik dan kebijakan serta peraturan yang tepat mempunyai peran yang sangat penting dan signifikan dalam menarik lebih banyak dana untuk berinvestasi di bidang air dan sanitasi,” ucapnya.