Nilai tukar rupiah berpeluang menguat setelah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) . Penguatan rupiah kali ini didorong oleh penurunan inflasi AS berdasarkan indeks Personal Consumption Expenditures (PCE).
Berdasarkan data Google Finance, rupiah menguat Rp 16.365 per dolar AS pada perdagangan Senin pagi (1/7). Pada kesempatan ini rupiah menguat 0,097% atau 15,90.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana melihat peluang penguatan pada level Rp 16.270 - Rp 16.430 per dolar AS karena meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed.
"Penguatan rupiah seiring dengan turunnya data inflasi PCE AS, ideks PMI Manufaktur yang masih ekspansif dan kemungkinan inflasi Indonesia turun pada Juni 2024," kata Fikri kepada Katadata.co.id, Senin (1/7).
Tak berbeda, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra juga melihat peluang penguatan rupiah di kisaran Rp 16.300 - Rp 16.330 per dolar AS, dengan potensi resisten di Rp 16.400 per dolar AS.
"Nilai tukar negara emerging market lainnya pun terlihat menguat pagi ini seperti SGD, MYR, KRW, PHP, THB, ZAR," ujarnya.
Indeks dolar AS juga terlihat menurun pada pagi ini, bergerak di kisaran 105.50 an karena pelaku pasar melihat data inflasi AS pada bulan Mei mengalami kenaikan lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu 0,1% berbanding 0,3%.
"Pasar menilai data yang mewakili inflasi AS ini mulai terlihat penurunan sehingga ada potensi pemangkasan suku bunga acuan AS ke depan," kata Ariston.
Analis Mata Uang Lukman Leong juga setuju dengan dua analis lain. Dia memperkirakan rupiah akan menguat Rp 16.300 - Rp 16.400 per dolar AS setelah data inflasi AS di bawah harapan pasar.
Namun penguatan rupiah pada hari ini cendrung terbatas, karena investor masih wait and see menantikan data manufaktur Caixin Cina dan data inflasi Indonesia pada pagi ini.
"Pelemahan rupiah ini, perlu mendapatkan perhatian dan atensi investor, namun untuk investasi pada aset berisiko masih perlu dihindari," ujar Lukman.