Setoran Pajak Anjlok, Sri Mulyani Perkuat Pengawasan Kepatuhan Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan meningkatkan kebijakan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun ini. Diketahui, penerimaan pajak anjlok 7,9% yoy menjadi Rp 893,8 triliun di semester I 2024.
Selain itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga terus memperkuat implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengaan implementasi UU HPP ini, diharapkan penerimaan negara naik.
Dia memperkirakan penerimaan pajak pada semester II akan lebih tinggi dari semester sebelumnya. Nilai penerimaan pajak bisa nadik dari Rp 893,8 triliun menjadi Rp 1.028,1 triliun pada semester kedua 2024.
“Sehingga total penerimaan akan mencapai Rp1.921,9 triliun atau ada pertumbuhan penerimaan 14,5%,” ujar Sri Mulyani saat Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Senin (8/7).
Dia optimistis penerimaan pajak sepanjang 2024 akan tetap terjaga meski diperkirakan akan lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penerimaan pajak diperkirakan mencapai 96,6% dari target APBN, sementara penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai 92,4% dari target. Secara keseluruhan, penerimaan perpajakan diproyeksikan mencapai 96% dari target.
“Kita melihat outlook pendapatan negara dari sisi pajak akan mencapai 96,6% dari APBN, ini masih tumbuh tipis 2,9%. Ini artinya perekonomian nasional kita masih relatif terjaga, meskipun tekanan dari beberapa komoditas yang sangat besar,” kata Sri Mulyani.
Penyebab Penerimaan Pajak Turun
Penurunan setoran pajak pada paruh pertama 2024 disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya tak lepas dari penurunan pajak penghasilan (PPh) badan
Sri Mulyani menjelaskan, penyebab penurunan PPh badan terutama dari perusahaan berbasis komoditas. Bisnis perusahaan tersebut mencatatkan penurunan signifikan dari sisi profitabilitas.
"Artinya, perusahaan masih profitable, tapi keuntungan tidak setinggi tahun sebelumnya, karena harga komoditas mengalami koreksi yang sangat dalam, kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, kenaikan restitusi atau pengembalian pembayaran kelebihan pajak juga berdampak terhadap penerimaan pajak pada paruh pertama 2024. Kenaikan restitusi terjadi pada PPh badan dan PPn dalam negeri.
Selain itu, penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai turun 0,09% menjadi Rp 1342,2 triliun pada semester I 2024. Nilai ini baru mencapai 41,8% dari target APBN 2024.
Penerimaan Bea dan Cukai
Untuk kepabeanan dan cukai, dia memperkirakan down trading golongan rokok ke kelompok yang lebih murah, perlunya peningkatan pengawasan dan penindakan terutama untuk rokok ilegal, serta harga komoditas CPO masih akan memengaruhi kinerja pos penerimaan ini.
“Kami perkirakan bea cukai untuk semester II akan terkumpul Rp 162,3 triliun atau tumbuh 7,5%. Dengan demikian, keseluruhan tahun akan tercapai Rp 296,5 triliun atau 92,4% dari target APBN, tumbuh 3,5% dibandingkan tahun lalu,” kata dia.
Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diperkirakan mencapai Rp 549,1 triliun, terkontraksi 16% dibandingkan tahun lalu karena fluktuasi harga minyak mentah Indonesia (ICP), lifting migas, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Tahun lalu waktu kita mendesain APBN, memang sudah diprediksi PNBP akan mengalami penurunan, sekitar 10,4% karena harga komoditas yang booming dan extraordinary pada tahun sebelumnya tidak akan terulang pada 2024,” ucapnya.