Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan bakal menghapus batas defisit fiskal dan rasio utang terhadap PDB. Dia berencana untuk menghapus batasan defisit 3% untuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Dilansir dari Reuters, Selasa (9/7), Prabowo tengah menjajaki sejumlah cara untuk menghapus batas defisit fiskal tersebut. Dalam laporan majalah Tempo yang dikutip Reuters, terungkap bahwa rencana penghapusan defisit itu untuk mendanai janji-janji kampanye Prabowo.
Prabowo disebut sudah membentuk tim khusus untuk meninjau opsi terkait revisi undang-undang yang dapat memuluskan penghapusan batasan fiskal. Berdasarkan sumber Tempo yang tidak disebutkan namanya, Prabowo juga membuat badan pemungut pajak baru dan diawasi oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.
Jimly mengatakan kepada Reuters telah membentuk tim khusus untuk meninjau berbagai aturan termasuk Undang-undang Keuangan Negara. Hanya saja, Jimly tidak menanggapi mengenai rencana penghapusan batas defisit APBN.
"Saya memberi saran, jadi pembentukan badan pajak baru tidak akan melanggar undang-undang yang ada," kata Jimly.
Rencana Prabowo untuk meningkatkan belanja negara telah membuat pasar utang dan mata uang waswas. Beberapa ekonom mengingatkan potensi peningkatan risiko di bawah pemerintahan, yang berjanji meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
Penjelasan Tim Prabowo
Sementara itu, penasihat Prabowo untuk masalah fiskal, Thomas Djiwandono mengaku belum mengetahui adanya pembahasan mengenai rencana penghapusan kesenjangan fiskal dan batas utang tersebut.
Thomas justru menegaskan, bahwa Prabowo tetap berkomitmen untuk merancang anggaran 2025 dalam batas yang ditetapkan undang-undang sebesar 2,29% - 2,82% dari PDB tahun depan.
"Kami tetap berkomitmen pada rencana yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo untuk 2025," kata Thomas.
Berdasarkan laporan Tempo yang dikutip Bloomberg dari beberapa sumber, tim Prabowo mulai mengkaji kemungkinan untuk merevisi UU Keuangan Negara. Hal ini memungkinkan pemerintahan baru untuk mendirikan badan penerimaan negara yang terpisah dari Kementerian Keuangan.
Penghapusan batas defisit tersebut bertujuan untuk mewujudkan janji kampanye Prabowo, seperti program makan siang gratis di sekolah-sekolah. Program tersebut membutuhkan alokasi anggaran hingga Rp 400 triliun.
Ekonom Bloomberg Tamara Mast Henderson khawatir jika pemerintahan mendatang menghapuskan aturan defisit anggaran. Tamara menilai pilihan yang lebih baik adalah dengan meningkatkan sedikit batas defisit APBN menjadi 3,5% dari PDB.
"Hal ini akan jauh lebih dapat ditolerir, bagi para investor dan lembaga-lembaga pemeringkat, karena pertumbuhan Indonesia relatif kuat,” ujar Tamara.
Berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara Indonesia, defisit anggaran tahunan pemerintah dibatasi menjadi 3% dari PDB. Sementara rasio utang terhadap PDB maksimum adalah 60%.