Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso memastikan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% sudah masuk dalam perhitungan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN pada masa pemerintahan Prabowo Subianto.
Hal itu sudah menjadi pertimbangan dalam menyusun asumsi makro tahun 2025. “Semua asumsi, semua antisipasi apa pun sudah dijadikan dasar dalam membuat postur [APBN 2025]. Jadi sebenarnya memang sudah dihitung semua,” kata Susiwijono saat ditemui di Gedung Kemenko Ekonomi, Jakarta, Kamis (25/7).
Susiwijono menjelaskan, pada dasarnya penyesuaian tarif PPN dari 11% sudah menjadi amanat undang-undang. Berdasarkan pasal 7 Undan-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), kenaikan PPN menjadi 12% berlaku mulai 1 Januari 2025.
Tarif PPN 12% diperkirakan dapat meningkatkan penerimaan negara. Susiwijono mengatakan pemerintah juga sudah merumuskan target penerimaan negara setelah ada kenaikan PPN.
Dalam RAPBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan tahun pertama sebesar 12,3% hingga 12,36% dari produk domestik bruto (PDB). Kepastian penerapan tarif PPN 12% menjadi perhitungan dalam perumusan target penerimaan tersebut.
Melihat Kemampuan Ekonomi RI
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto belum bisa menjelaskan secara detil mengenai kepastian penerapan PPN 12% di 2025. “Nah, kalau itu nanti kita lihat kemampuan ekonomi dalam negeri,” ujar Airlangga.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut penerapan tarif PPN 12% akan diserahkan kepada pemerintahan baru setelah Presiden Joko Widodo. Bendahara negara itu memastikan akan terus berkomunikasi dengan Prabowo dalam menyusun APBN 2025.
"Kami terus berkomunikasi dengan dengan tim maupun orang-orang yang ditunjuk oleh Pak Prabowo. Sehingga apa yang kita tuangkan, sedapat mungkin memasukan seluruh aspirasi," kata Sri Mulyani.